JAM  KERJA  SEKRETARIAT  GEREJA :       Selasa ~ Sabtu : 08.00 - 19.00,  Istirahat : 12.00 - 13.00            Minggu   : Pagi 07.00 - 10.00 , Sore 17.00 - 19.00.             LIBUR setiap Hari Senin dan Hari Libur Nasional           Telp : 6711509

Sabtu, 02 Februari 2013

RENUNGAN INJIL MINGGU BIASA IV / C, 3 PEBRUARI 2013

RENUNGAN INJIL MINGGU BIASA IV / C
3 PEBRUARI 2013
Luk 4:21-30




Menjadi Nabi Masa Kini

Yeremia tampil sebagai lambang seorang nabi, yang menunjukkan keburukan keadaan masyarakat pada saat itu. Namun, sekaligus ia mewartakan harapan akan penyelamatan mereka. Nabi ini harus menanggung risikonya, ia ditentang, menderita, dan mati dibunuh. Meskipun mewartakan dan melaksanakan keselamatan umat manusia, Yesus harus menempuh jalan salib sebelum dapat menerima kemuliaan kebangkitan-Nya. Karena itu tak mengherankan, ketika Yesus bertanya kepada banyak orang, siapa Dia itu sebenarnya, Dia mendengar beberapa jawaban: Engkau adalah Yohanes Pembaptis, atau Nabi Elias atau Nabi Yeremia.

Pada waktu tampil di rumah ibadat di Nasaret, tempat asal-Nya, Dia membacakan kitab Nabi Yesaya tentang orang yang diurapi Allah, yaitu utusan-Nya yang membawa keselamatan. Dan, Yesus mengatakan bahwa Dia adalah utusan itu! Ternyata, orang-orang di kampung-Nya, yakni Nasaret, heran, bagaimana itu mungkin? Bukankah Dia itu orang dari Nasaret, si anak Yusuf? Yesus tahu, mereka ingin supaya Dia berbuat luar biasa seperti dilakukan-Nya di Kapernaum. Tetapi, Dia tidak mau, sebab “tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”. Artinya, Yesus menolak sikap dasar setiap orang siapa pun juga, yang hanya menginginkan kepentingannya sendiri! Karena itu, Yesus menunjuk Nabi Elia dan Elisa yang menolong orang-orang asing.

Kedua nabi itu tidak melayani orang-orang sebangsa, karena mereka tidak menghargai tugas kenabian para nabi itu. Orang-orang Nasaret juga tak mau menerima Yesus sebagai orang yang dapat dipercaya, sebab Dia termasuk keluarga golongan rendah. Dia hanya tukang kayu, orang biasa, bukan termasuk orang besar atau orang penting. Karena mereka bersikap tidak mau menerima diri-Nya, Dia tidak mau pula berbuat apa pun. Maka, mereka marah dan mau menyingkirkan Dia.

Bukankah keadaan semacam itulah yang sering kita alami sendiri juga? Dalam keluarga, dalam lingkungan tetangga atau kalangan rekan kerja, dan dalam masyarakat luas? Latar belakang ketegangan itu adalah egoisme atau keinginan akan kepentingan diri sendiri; ingin memiliki atau mempunyai sikap posesif. Kalau nafsu memiliki itu tidak terpenuhi, maka timbullah reaksi melawan, bahkan berbuat kasar. Kerapkali latar belakang peristiwa kekerasan yang sering terjadi adalah sikap dasar posesif, nafsu ingin memiliki, rasa cemburu, dan iri hati.

Injil Lukas hari ini memperlihatkan kepada kita, Yesus sebagai Pribadi yang lembut dan murah hati, pandangan-Nya luas, jiwa-Nya agung. Tetapi, seperti orang-orang Nasaret, dalam diri kita ada iri hati, kepentingan diri sendiri. Seperti orang-orang sezaman Yesus, kita sekarang pun belum atau tidak mampu melihat kesucian Yesus sebagai manusia. Kita belum mau menerima keterbatasan dan kekurangan kita sendiri! Seperti mereka sezaman Yesus, kita pun masih menderita kebutaan pandangan. Mengapa? Seorang pribadi hanya dilihat sebagai “orang besar”, apabila ia berasal dari golongan orang besar. Orang yang raut tubuh dan wajahnya mengesankan dan penampilannya berwibawa. Padahal Yesus hanya anak Yusuf dan hanya tukang kayu! Namun, Allah telah menjadi manusia seperti kita dalam diri Yesus.

Kita semua dipanggil menjadi nabi, seperti Yesus dan Yeremia, seperti Elia dan Elisa. Syaratnya, bersedia meninggalkan sikap mementingkan diri sendiri, picik dalam pandangan dan pendapat. Tetapi, terutama memperhatikan apa yang benar, memikirkan kepentingan orang lain. Yesus bukan hanya dipanggil untuk Nasaret, melainkan untuk segala tempat di mana Dia dibutuhkan. Kita pun harus demikian.

Mgr F.X. Hadisumarta OCarm
Uskup Emeritus Manokwari-Sorong


diposting Sabtu, 2 Februari 2013 15:24 WIB pada Hidup Katolik

Tidak ada komentar: