JAM  KERJA  SEKRETARIAT  GEREJA :       Selasa ~ Sabtu : 08.00 - 19.00,  Istirahat : 12.00 - 13.00            Minggu   : Pagi 07.00 - 10.00 , Sore 17.00 - 19.00.             LIBUR setiap Hari Senin dan Hari Libur Nasional           Telp : 6711509

Kamis, 26 Februari 2009

Pantap Apaan Tuh

Ada sebuah pertanyaan PANTAP itu apa to??? Bagian hirarki ??? mohon penjelasannya

---------
Pantap singkatan dari Panitia Tetap
Latar Belakang;
Tahun 2008 tahun anak dan remaja
tahun 2009 tahun kaum muda
Dewan Paroki menganggap bahwa dua tahun tersebut merupakan tahun istimewa bagi anak, remaja dan kaum muda, maka disepakati membentuk Pantap.
Pantap ini terdiri unsur Bidang Liturgi, Bidang Persaudaraan, dan Bidang Pewartaan.
Tujuannya adalah agar program kerja khusus dua tahun tersebut dapat lebih terkoordinasi, dan lebih fokus. Pantap diketuai oleh : Nona Theresia (Kortimja PIA), sekeretaris Pak Haryanto (Pak Cheche-Ketua Bidang Persaudaraan), Anggota Pak Petrus (Ketua Bidang Pewartaan), Pak Paryadi (Ketua Bidang Liturgi), Pak Guntur (Timja Koor), Mas Rengga (Timja Mudika)

Semoga penjelasan kecil ini menjawab pertanyaan

Salam

Rabu, 25 Februari 2009

Rabu Abu

Asal Mula Perayaan & Penggunaan Abu
oleh: P. William P. Saunders *
Seorang teman Protestan bertanya mengapa orang Katolik mengenakan abu pada hari Rabu Abu. Bagaimanakah asal mula perayaan dan penggunaan abu?
seorang pembaca di Purcellville

Penggunaan abu dalam liturgi berasal dari jaman Perjanjian Lama. Abu melambangkan perkabungan, ketidakabadian, dan sesal / tobat. Sebagai contoh, dalam Buku Ester, Mordekhai mengenakan kain kabung dan abu ketika ia mendengar perintah Raja Ahasyweros (485-464 SM) dari Persia untuk membunuh semua orang Yahudi dalam kerajaan Persia (Est 4:1). Ayub (yang kisahnya ditulis antara abad ketujuh dan abad kelima SM) menyatakan sesalnya dengan duduk dalam debu dan abu (Ayb 42:6). Dalam nubuatnya tentang penawanan Yerusalem ke Babel, Daniel (sekitar 550 SM) menulis, “Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu.” (Dan 9:3). Dalam abad kelima SM, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu (Yun 3:5-6). Contoh-contoh dari Perjanjian Lama di atas merupakan bukti atas praktek penggunaan abu dan pengertian umum akan makna yang dilambangkannya.

Yesus Sendiri juga menyinggung soal penggunaan abu: kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka meskipun mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat dan mendengar kabar gembira, Kristus berkata, “Seandainya mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengahmu terjadi di Tirus dan Sidon, maka sudah lama orang-orang di situ bertobat dengan memakai pakaian kabung dan abu.” (Mat 11:21)*

Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama. Dalam bukunya “De Poenitentia”, Tertulianus (sekitar 160-220) menulis bahwa pendosa yang bertobat haruslah “hidup tanpa bersenang-senang dengan mengenakan kain kabung dan abu.” Eusebius (260-340), sejarahwan Gereja perdana yang terkenal, menceritakan dalam bukunya “Sejarah Gereja” bagaimana seorang murtad bernama Natalis datang kepada Paus Zephyrinus dengan mengenakan kain kabung dan abu untuk memohon pengampunan. Juga, dalam masa yang sama, bagi mereka yang diwajibkan untuk menyatakan tobat di hadapan umum, imam akan mengenakan abu ke kepala mereka setelah pengakuan.

Dalam abad pertengahan (setidak-tidaknya abad kedelapan), mereka yang menghadapi ajal dibaringkan di tanah di atas kain kabung dan diperciki abu. Imam akan memberkati orang yang menjelang ajal tersebut dengan air suci, sambil mengatakan “Ingat engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.” Setelah memercikkan air suci, imam bertanya, “Puaskah engkau dengan kain kabung dan abu sebagai pernyataan tobatmu di hadapan Tuhan pada hari penghakiman?” Yang mana akan dijawab orang tersebut dengan, “Saya puas.” Dalam contoh-contoh di atas, tampak jelas makna abu sebagai lambang perkabungan, ketidakabadian dan tobat.

Akhirnya, abu dipergunakan untuk menandai permulaan Masa Prapaskah, yaitu masa persiapan selama 40 hari (tidak termasuk hari Minggu) menyambut Paskah. Ritual perayaan “Rabu Abu” ditemukan dalam edisi awal Gregorian Sacramentary yang diterbitkan sekitar abad kedelapan. Sekitar tahun 1000, seorang imam Anglo-Saxon bernama Aelfric menyampaikan khotbahnya, “Kita membaca dalam kitab-kitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa mereka yang menyesali dosa-dosanya menaburi diri dengan abu serta membalut tubuh mereka dengan kain kabung. Sekarang, marilah kita melakukannya sedikit pada awal Masa Prapaskah kita, kita menaburkan abu di kepala kita sebagai tanda bahwa kita wajib menyesali dosa-dosa kita terutama selama Masa Prapaskah.” Setidak-tidaknya sejak abad pertengahan, Gereja telah mempergunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah, kita ingat akan ketidakabadian kita dan menyesali dosa-dosa kita.

Dalam liturgi kita sekarang, dalam perayaan Rabu Abu, kita mempergunakan abu yang berasal dari daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya yang telah dibakar. Imam memberkati abu dan mengenakannya pada dahi umat beriman dengan membuat tanda salib dan berkata, “Ingat, engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu,” atau “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” Sementara kita memasuki Masa Prapaskah yang kudus ini guna menyambut Paskah, patutlah kita ingat akan makna abu yang telah kita terima: kita menyesali dosa dan melakukan silih bagi dosa-dosa kita. Kita mengarahkan hati kepada Kristus, yang sengsara, wafat dan bangkit demi keselamatan kita. Kita memperbaharui janji-janji yang kita ucapkan dalam pembaptisan, yaitu ketika kita mati atas hidup kita yang lama dan bangkit kembali dalam hidup yang baru bersama Kristus. Dan yang terakhir, kita menyadari bahwa kerajaan dunia ini segera berlalu, kita berjuang untuk hidup dalam kerajaan Allah sekarang ini serta merindukan kepenuhannya di surga kelak. Pada intinya, kita mati bagi diri kita sendiri, dan bangkit kembali dalam hidup yang baru dalam Kristus.

Sementara kita mencamkan makna abu ini dan berjuang untuk menghayatinya terutama sepanjang Masa Prapaskah, patutlah kita mempersilakan Roh Kudus untuk menggerakkan kita dalam karya dan amal belas kasihan terhadap sesama. Bapa Suci dalam pesan Masa Prapaskah tahun 2003 mengatakan, “Merupakan harapan saya yang terdalam bahwa umat beriman akan mendapati Masa Prapaskah ini sebagai masa yang menyenangkan untuk menjadi saksi belas kasih Injil di segala tempat, karena panggilan untuk berbelas kasihan merupakan inti dari segala pewartaan Injil yang sejati.” Beliau juga menyesali bahwa “abad kita, sungguh sangat disayangkan, terutama rentan terhadap godaan akan kepentingan diri sendiri yang senantiasa berkeriapan dalam hati manusia … Suatu hasrat berlebihan untuk memiliki akan menghambat manusia dalam membuka diri terhadap Pencipta mereka dan terhadap saudara-saudari mereka.”

Dalam Masa Prapaskah ini, tindakan belas kasihan yang tulus, yang dinyatakan kepada mereka yang berkekurangan, haruslah menjadi bagian dari silih kita, tobat kita, dan pembaharuan hidup kita, karena tindakan-tindakan belas kasihan semacam itu mencerminkan kesetiakawanan dan keadilan yang teramat penting bagi datangnya Kerajaan Allah di dunia ini.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: The Ashen Cross by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2003 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
* ayat dikutip dari Kitab Suci Komunitas Kristiani, Edisi Pastoral Katolik
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

Rekoleksi Umat Lingkungan St. Markus

Untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhan dan semakin memahami segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, Lingkungan St. Markus, Wilayah C menyelenggarakan Rekoleksi. Rekoleksi ini diselenggarakan selama 2 hari, yaitu pada hari Sabtu-minggu, 21-22 Februari 2009 di Wisma Syalom Bandungan. Sebanyak 25 umat dan pengurus lingkungan mengikuti kegiatan ini. Pembicara adalah Bapak Drs. Budi Agustriono, MSi, MH. Kes, dengan tema : Dalam Tuhan segalanya mungkin.


Sekretaris Lingkungan St. Markus,
A. Paulus Ardianto



Catatan Pengelola Blog
ayo siapa lagi mau buat laporan kegiatan lingkungan

Kamis, 12 Februari 2009

PROGRAM PANTAP KAUM MUDA

Menyambut tahun 2009 sebagai tahun Kaum Muda, berikut program khusus untuk Kaum Muda
silakan dicermati, khususnya kaum muda, silakan bergabung setiap kegiatan ini.


TEMUAKBAR/KONGRES ORANG MUDA KATOLIK ST. PAULUS
Menyatukan visi dan misi dari semua unsur Orang muda katolik.
Membentuk pengurus baru Orang Muda Katolik

LATIHAN KEPEMIMPINAN DASAR)/KADERISASI
Memberi kesempatan kpd kaum muda utk lebih dpt mengembangkan sikap dlm memimpin organisasi / kegiatan berlandaskan sikap hidup santo paulus yg total dlm pelayanan dan dlm memimpin umatnya

LIVE IN/ KUNJUNGAN PANGGILAN
Mengenalkan kehidupan didalam biara menumbuhkan benih panggilan
mengajak ORANG MUDAuntuk mengenal bentuk-bentuk panggilan hidup.

PENYULUHAN/PENDI DIKAN MORALITAS ( kerja sama dengan dokter,Psikolog, Moralis )
ORANG MUDA semakin sadar akan pentingnya pengendalian din dan menjaga citra diri sebagai gambaran kristus sendiri. Orangmuda tahu, tapi malastahu, jadi lebih ditegaskan pada mensharingka n pengalaman dansebab akibatnyajika melakukan hal2yg merugikan diri (sex bebas,narkoba dll).

LOMBA MEMBUAT NASKAH TTG PERTOBATAN PAULUS, LOMBA SKETSA PANGGUNG dan VISUALISASI PERTOBATAN SAULUS.
Mengembangkan Talenta orang2 muda. Mendalami kitab suci terutama ttg Rasul paulus.
Menghasilkan orang muda yg percaya diri akan kemampuan diri dalam setiap karya yg dibuat (dalam hal ini ttg tata panggung dan dekorasi)

MISA KAUM MUDA
Memberi kesempatan keterlibatan Orang muda dim liturgy gereja
Orang muda terbiasa berkehidupan sakramen.

MENJENGUK/MENDOAKAN MISA DENGAN ORANG-ORANG TERTENTU
- panti asuhan/jompo - orang tahanan (LP)
- warga kumuh, - sekolah SLB
- tukang becak,tkg
koran, ojek dll
Mengajak Orangmuda lebih peduli pd orang2 miskindan terlantar. Tidak hanya hura2.
Menumbuhkan solidaritas antar sesama yg membutuhkan. Tidak memikirkan din dan kelompoknya saja.

DOAKELILING KUNJUNGAN PER LINGKUNGAN ( MISA ) KHUSUS BAGI KELOMPOK ORANG MUDA LINGKUNGAN
Mengakrabkan Kaummuda parokidan kaummuda lingkungan.
Mengaktifkan fungsi liturgy kaum muda dg gaya mereka.

KEBERSIHAN JALUR HIJAU/PEDULI SAMPAH/BAKTI SOSIAL(KERJA SAMA DG BIDANG YANMAS)
Bekerja sama dg Dinas Tata kota/PUutk ikut ambil bagian dalam menjaga/memperindah jalur hijau atau daerah lokasi banjir.
Mengajak orang muda peduli lingkungan hidup, dan menghargai hidup.

KEMPING ROHANI
Acara keakraban.
Menemukan bibit2 baru/ tersembunyi yg memiliki talenta2 yg dpt dijdkan alat dalam pelayanan umat.
Menumbuhkan kreatifitas dan kerjasama.

KESABARAN

Berbicara tentang sabar atau kesabaran maka ada beberapa *tag word*
[kata kunci] yang berkaitan.

Pertama, berkaitan dengan kata 'waktu'. Kesabaran ada kaitan erat dengan soal waktu. Panjang sabar artinya waktu meledak untuk marah itu agak panjang. Kalau marahnya meledak seperti mercon maka wataknya
tentulah bukan penyabar.

Kedua, berkaitan dengan kata 'hasil'. Hubungan 'hasil dan waktu' ialah kecepatan. Orang menuntut hasil yang cepat. Ternyata hasilnya lama, agak lama, bahkan amat lama, sehingga orang kecewa. Dari kecewa berubah
menjadi marah. Sekarang ini banyak orang mengidap penyakit modern "instantisme" . Apa-apa harus cepat. Apa-apa harus segera jadi. Apa-apa harus serba kilat.

Orang tidak sabar untuk antri. Nanti keburu habis dan tidak kebagian. Maka orang lalu main serobot. Orang main potong kompas. Orang tidak sabar mau cepat sampai ke rumah dan istirahat. Maka cari jalan tikus. Atau main
serobot memotong *zigzag* jalan orang.

Orang tidak sabar dan mau cepat kaya. Dari hasil gaji sampai tua juga tidak bakalan kaya. Maka orang tergoda mencari jalan pintas. Jatuh ke dalam KKN dan korupsi. Orang tidak sabar mau cepat pintar. Maka anak diberi les
tambahan. Otaknya dijejal terus dengan berbagai les. Akhirnya anaknya jatuh stress berat. Kurang waktu untuk bermain dan hiburan. Dan akhirnya jadi generasi tidak sabaran. Bahkan jadi generasi pemarah. Lalu main tawuran, baik anak sekolah menengah maupun setelah jadi mahasiswa.

Orang tidak sabaran untuk segera mendapat gelar. Tetapi malas belajar berlama-lama. Maka orang lalu membeli ijazah. Gelar strata satu, dua atau tiga dari dalam maupun luar negeri dapat saja dibeli. Asalkan ia
mampu menyediakan sejumlah besar uang yang diminta untuk itu stock ijazah selalu tersedia.

Ketiga, berkaitan dengan kata 'stress' dan '*stressor*' . Orang meledak amarahnya karena jumlah *stressor *sedikit saja sudah mencapai ambang batas kesabarannya. *Stressor* itu unsur apa saja yang membuat orang
menjadi stress dan meledak amarahnya. Ada yang dengan lima stressor baru marah. Ada yang bisa tahan belasan stressor. Tetapi ada yang tidak mampu menahan bahkan dua atau tiga stressor sekalipun. Tambah satu lagi stressor pastilah meletus mercon amarahnya.

Keempat, berkaitan dengan kata 'kasih'. Kuli yang mengangkut beras di pelabuhan atau gudang cepat lelah. Dan kalau sudah lelah juga cepat menjadi marah. Tetapi seorang ibu yang menggendong anaknya sepanjang hari
tidak marah. Bebannya berat juga tetapi ia tidak marah. Mengapa? Karena ia sayang kepada anaknya. Bobot anaknya tidak dirasakan sebagai beban. Ia fokus pada rasa sayangnya. Ia tidak fokus pada masalah bobot anak yang digendongnya.

Kelima, berkaitan dengan 'kepuasan'. Orang suka menuntut kesempurnaan dari orang lain. Salah sedikit saja bisa membuatnya marah-marah. Ada ibu yang marah terus kepada suami dan anak-anaknya karena kalau habis mandi gayung air tidak ditengkurapkan di bibir bak. Ada yang membiarkan gayung mengambang seperti perahu. Ada pula yang marah-marah karena suami meletakkan sisir tidak pada tempatnya.

Kenapa marah? Karena "berantakan" , katanya. Apanya yang berantakan?
Karena menempatkan barang tidak pada tempatnya. Orang lalu bersikap perfeksionis.
Semua dituntut sempurna. Harus selalu tertata rapi dan sempurna. Ada sampah sedikit marah. Ada koran berantakan marah. Ada gelas minum tergeletak sembarangan marah.

Lalu bagaimana caranya harus melatih kesabaran? Ada orang yang sarafnya korsleting. Data yang masuk tidak keburu masuk dulu ke *neokorteks* . Tetapi langsung nyelonong ke *amygdala*. Terjadi *korsleting* . Untuk yang
pemarah semacam ini memang perlu obat darah tinggi. Obat hipertensi.

Jadi keenam, kata sabar dan marah ada hubungannya dengan kata 'syaraf' dan 'darah'.

Ketujuh kata sabar ada kaitannya dengan kata 'nilai'. Bagi yang sarafnya normal, atau tekanan darahnya normal, lain lagi ceritanya. Sabar itu suatu nilai moral. Tidak semua orang menganutnya. Jika orang tidak mengadopsi
nilai kesabaran maka terjadi sebaliknya. Orang jadi pendek sabar alias pemarah. Jangan dikata hanya soal awam biasa. Yang namanya ulama atau rohaniwan juga banyak yang pemarah. Mukanya berkerut terus. Tidak
pernah damai. Apalagi memancarkan sukacita.

Kedelapan, kata sabar ada kaitannya dengan kata 'rahmat'. Jika kita tidak memiliki kesabaran, bagaimana kita bisa sabar terhadap orang lain. Lha terhadap diri sendiri saja tidak sabar. Misalnya, makan saja tidak sabar. Makan terburu-buru. Mengisi perut tidak ada bedanya dengan mengisi tangki bensin saja. Makanan tidak dikunyah sempurna. Tidak dinikmati citra rasanya.

Mandi saja tidak sabar, mandi tak ubahnya seperti menyiram tanaman.
Asal basah dan adem ya sudah.

Berdoa juga tidak sabaran. Berdoa seperti menembakkan meriam kata-kata yang ditujukan untuk menggempur gerbang sorga. Lima menit berdoa langsung*blek *tidur dan ngorok.

Bila kita memandang kesabaran sebagai suatu rahmat maka kita seyogianya memohon kepada Tuhan agar diberi karunia kesabaran. Karena kasih itu katanya panjang sabar, maka kita juga mohon karunia kasih.
Orang tidak bisa memberi apa yang ia sendiri tidak punya. *Nemo dat quod non habet. Nobody gives anything he/she doesn't have.* Orang tidak bisa memberi nasi kepada pengemis bila di dapurnya sendiri ia tidak mampu lagi menanak nasi.

Karena Allah adalah sumber segala kasih maka manusia harus memohon agar diberikan karunia kasih [dan karena itu dapat pula bonusnya, hadiah kesabaran] dari Allah sendiri.

Kesembilan, karena itu kata sabar akhirnya ada kaitannya dengan kata 'doa'.

Kesimpulannya, kalau kita kurang memiliki kesabaran, atau kekurangan kasih,
mungkin alasan terpenting ialah karena kita kurang berdoa. Atau kita berdoa juga. Tetapi kita terlalu sibuk minta ini itu. Sibuk memohon materi atau fasilitas lainnya. Tetapi kurang bersungguh hati memohon karunia kasih.
Mungkin begitu lho. Bagaimanapun, ini baru merupakan suatu opini belaka.


Sumber : Milis KAS (milis-KAS@yahoogroups.com)

[JS]

Jumat, 06 Februari 2009

KUCARI TUHANKU

Embun pagi, berhentilah menutup daun di tamanku dengan tetes airmu
Aku mencari TUHAN diantara kuncup bunga

Matahari, berhentilah bersinar tubuhku kepanasan oleh terikmu

Aku mencari TUHAN dengan peluh keringatku


Jalan panjang, hentikan langkahku

Aku mencari TUHAN tertutup silaunya fatamorgana


Laut biru, berhentilah meliuk-liuk

Aku mencari TUHAN dibalik ombakmu


Angin malam, berhentilah berhembus

Aku mencari TUHAN sampai menggigil tubuhku


Bulan sabit, berhentilah tersenyum

Aku mencari TUHAN bersama kedipan bintang


Gelap malam, hentikan kesepianku

Aku mencari TUHAN sebelum terlelap tidur



Kemana lagi ?

Dimana Lagi ?

Aku lelah Tuhan !!!



Ternyata…………………….



TUHAN BERTAHTA DIHATIKU





By : RITA. Semarang, 09 May 2008


KETIKA

Ketika ada banyak
rumput yang tidak teratur tingginya, ada kesempatan untuk memotong dan
meratakannya, namun juga ada kesempatan untuk melihat dulu, siapa tahu
ada katak yang bersembunyi di balik semak-semak rumput yang rimbun itu.

Ketika
ada banyak buku bertumpuk dan berceceran di meja belajar, ada
kesempatan untuk menata kembali di almari buku, namun juga ada
kesempatan juga untuk membaca ulang judul-judul buku yang mengesan di
benak kepalaku.

Ketika ada banyak orang yang menjadi jaringan di
facebook dan multiply, ada kesempatan untuk menyapa mereka satu per
satu, atau kesempatan untuk membiarkannya foto foto itu terpampang
tanpa disapa lagi.

Ketika ada banyak telpon dan sms yang
datang silih berganti tanpa kuminta, adakah kesempatan untuk bertanya
keadaanya, "Apakah kamu sehat?" atau kita lebih suka lalu menceritakan
diri sendiri?

Ketika ada banyak siaran televisi yang menarik,
adakah kesempatanku untuk berpikir sebentar, apakah tayangan televisi
itu memberikan pencerahan baru untuk perkembangan hidupku?

Ketika
badan sakit dan rasanya tulang-tulang itu linu rasanya, adakah aku
sempat bermimpi menjadi orang yang sehat, dan akhirnya pun aku
bersyukur, betapa berarti kesehatan itu bagi hidupku bersama orang lain.

Ketika
aku tersinggung dan marah karena dikritik temanku, adakah kesempatan
untuk berpikir positif, dalam diri temanku ini Tuhan mau berbicara
padaku, meski dengan kata-kata yang pedas sekalipun, Tuhan bisa
mengubah kata yang pedas itu menjadi kata yang lembut..di saat aku
berterima kasih pada temanku, "Teman, terima kasih kritikanmu!"

Ketika
aku merasa diriku dibutuhkan oleh banyak orang, adakah kesempatan
bagiku untuk berpikir, akankah aku juga bahagia, bila aku tidak lagi
dibutuhkan karena usiaku yang mulai bertambah, dan tenagaku yang
berkurang?

Ketika banyak orang simpatik denganku, adakah saat
saat yang penting bagiku untuk bertanya -tanya pada diriku, andaikata
aku tidak seperti sekarang ini, masihkah aku juga bisa hidup penuh
kehangatan, walau sapaan orang lain semakin menipis, apalagi kalau cara
pemikiranku, sikapku dan perbuatanku sudah tidak lagi sesuai dengan
keinginan dunia...apakah juga aku rela ditinggalkan sebagai orang yang
dinilai "out of date"?

Ketika ada banyak orang berputus asa
karena tidak ada lagi alasan untuk berharap, adakah inisiatifku untuk
menjadi temannya, "Kawan, bolehkah aku duduk di sampingmu, menemanimu?"
Ataukah yang ada, "Sia-sia belaka menjadi teman, tanpa manfaat! Apalagi
jadi teman orang frustrasi... ? Emang enak, menyenangkan. ..tidak lah
yaauuuuw?"

Ketika ada orang miskin yang berteriak dalam
tangisannya. ..karena tidak lagi mampu berbicara untuk minta makan,
"masihkah ada inisiatifku untuk memberi dia makan?"

Semoga
panggilan Tuhan yang selalu bermunculan di tengah segala macam
ketidakturan, menggerakkan dan menantang hati kita untuk terlibat dan
berpartisipasi membuat sebuah perubahan.

Sumber : Dari Milis KAS

Kerajaan Allah harus diusahakan

Kerajaan Allah harus diusahakan

Seorang wanita bermimpi masuk ke sebuah toko baru di pasar, dan terkejut, menemukan Tuhan di belakang toko. "Engkau menjual apa di sini?" ia bertanya. "Apa saja yang menjadi keinginan hatimu," kata Tuhan. Hampir tak berani percaya apa yang didengarnya, wanita itu memutuskan minta hal-hal paling baik, yang dapat diinginkan seorang manusia. "Aku minta ketenteraman hati dan cinta dan bahagia dan bijaksana dan bebas dari sakit." katanya, lalu sebagai pikiran kemudian ditambahkan, "Tidak hanya untuk saya. Untuk semua orang di dunia." Tuhan tersenyum. "Kukira, engkau menafsirkan aku salah, nak," kata-Nya. "Kami tidak menjual buah di sini. Hanya benih." (Dikutip dari buku Sang Katak1, Anthony de Mello SJ)

Hidup bahagia tidak datang secara instant, butuh usaha untuk mendapatkannya. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Injil hari ini berbicara tentang usaha manusia untuk bisa masuk Kerajaan Allah.
26Lalu kata Yesus: "Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah,
Mengapa Yesus memilih benih? Benih itu berbentuk kecil, walau dia kecil tetapi didalam benih itu ada banyak aspek kehidupan yang terkandung di dalamnya.. Kitapun seperti itu sekecil apapun kita, Allah memperhitungkan kita untuk tetap layak masuk dalam Kerajaan-Nya.
27lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi,
Mengapa tunas? Tunas adalah lambang kehidupan. Dimana muncul tunas di situ pasti ada kehidupan yang sedang berlangsung. Orang yang ingin masuk Kerajaan Allah harus menampakan adanya kehidupan. Hatinya hidup ketika melihat penderitaan orang-lain. Bukankah orang matipun mempunyai harapan akan kehidupan selanjutnya. Sangat aneh bila orang hidup sudah tidak menampakan adanya kehidupan. Ciri-ciri orang yang tidak menampakkan kehidupan adalah orang yang mulai mati rasa akan kejadian disekelilingnya. Apapun yang terjadi ia tidak merasa harus peduli dengan sekitarnya, Lue-lue, Gue-gue. Egp. Emang gue pikirin. Ini adalah ungkapan orang yang mulai mati rasa.
28Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu.
Buah melambangkan hasil. Sebelum sampai pada buah harus ada proses dulu, mula-mula tangkainya, tangkai adalah penghubung dari batang ke buahnya. Suatu pertumbuhan untuk mencapai hasil harus melalui penghubungnya, yaitu usaha, kerja keras, pengorbanan. Tanpa usaha, pengorbanan, kerja keras, kita tidak akan layak masuk dalam Kerajaan Allah.
kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Untuk bisa layak masuk dalam Kerajaan Allah kita tidak bisa hanya sekali berkorban, kita harus mengumpulkan butir-butir pengorbanan kita agar nampak seperti bulir, dan akhirnya terpadatkan menjadi buah, sehingga kita bisa diperhitungkan masuk dalam Kerajaan Allah.
29Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba."
Apakah teks ini berbicara tentang akhir jaman? Dimana kita akan berhadapan dengan pengadilan dan keputusan bahwa kita layak masuk dalam Kerajaan Allah atau tidak? Saya kira teks ini juga berbicara bahwa kita bisa mulai menikmati Kerajaan Allah ketika kita masih di dunia. Akan tiba saatnya, kerja keras, pengorbanan, buah-buahnya akan kita rasakan ketika kita masih di dunia. Bukankah di mana ada kedamaian, di situlah kita merasakan Kerajaan Allah? Ingatlah Doa Bapa Kami: ....datanglah Kerajaan-Mu, di atas Bumi seperti di dalam Surga...

Saudara, mengalami Kerajaan Allah tidak perlulah kita menunggu sampai kita mati baru merasakan, Kerajaan Allah itu sudah bisa dirasakan ketika kita saling memberikan buah yang menghidupkan. Saudara, apakah kehadiran kita membuat orang-lain banyak kali tersenyum seperti layaknya menikmati buah manis, segar, terpuaskan? Atau kehadiran kita membuat orang-lain berkerut, mengernyit menahan tajamnya asam dari kata-kata dan perilaku kita bahkan meludah karena pahit dan tak ingin bertemu kita lagi? Semoga Injil hari ini bisa mengubah kita menjadi lebih baik.
Semoga.
Jansi
(dari Milis KAS)

Minggu, 01 Februari 2009

Sidang Dewan Pleno

Hari Minggu, 01 Februari 2009 berlangsung Sidang Dewan Pleno Paroki Santo Paulus Sendangguwo yang dihadiri oleh Pengurus Dewan Harian, Pengurus Dewan Inti, Para Undangan dan Tokoh umat.
Anda ingin melihat laporan kinerja 2008 dan rencana program kerja 2009?
akan disajikan segera
bersabarlah