JAM  KERJA  SEKRETARIAT  GEREJA :       Selasa ~ Sabtu : 08.00 - 19.00,  Istirahat : 12.00 - 13.00            Minggu   : Pagi 07.00 - 10.00 , Sore 17.00 - 19.00.             LIBUR setiap Hari Senin dan Hari Libur Nasional           Telp : 6711509

Rabu, 26 November 2008

Kami mengasihimu, pastor!

Ada suatu percakapan antara dua orang ibu, Tina dan Suti. Tina bertanya kepada Suti “Anak kamu kalau sudah besar ingin menjadi apa?” Suti menjawab, anakku ingin menjadi dokter bedah. Bagaimana dengan anak kamu yang selalu juara, Tina?” Kemudian Tina menjawab “Anakku ingin menjadi pastor.” Suti terdiam, dan perlahan-lahan berkata “Ehm… sayang juga ya, pintar-pintar kok mau jadi pastor.”

Disinikah kita melihat, seolah-olah kalau yang bagus dan baik, jangan menjadi pastor. Padahal kita melihat di Alkitab bahwa hanya yang terbaik sajalah yang dipersembahkan kepada Allah. Kita melihat bagaimana pemilihan kurban bakaran selalu memilih kurban yang terbaik (Im 14:10). Minyak yang dipakai di bait Allah, juga minyak yang terbaik (Bil 18:12). Hanya yang terbaiklah yang dapat kita persembahkan kepada Tuhan, termasuk imam.

Kalau kita renungkan, kita dapat mengatakan bahwa keberhasilan suatu paroki dalam membina umatnya dapat diukur dari berapa banyak kaum muda yang menjawab panggilan menjadi pastor dari paroki yang bersangkutan. Semakin baik kehidupan spiritual paroki tersebut, maka akan semakin banyak kaum muda yang terpanggil menjadi pastor, karena keinginan untuk menjadi pastor dimulai dari keluarga dan juga dari lingkungan gereja. Jadi hal pertama yang perlu kita renungkan adalah: berapakah yang menjadi pastor dari parokiku? Kalau jawabannya tidak ada, maka perlu dipikirkan bagaimana untuk menggalakkan panggilan, sehingga putera-puteri yang terbaik dari paroki masing-masing dapat menjadi pastor atau suster.

Bukan engkau yang memilih-Ku, namun Aku yang memilihmu

Namun yang terbaik menurut ukuran kita, bukanlah yang terbaik untuk ukuran Tuhan. Jadi, kalau mau ditanya siapa yang layak untuk menjadi pastor? Jawabnya adalah “tidak ada yang layak.” Namun, di tengah ketidaklayakan inilah, Tuhan memilih mereka, sama seperti Tuhan memilih Daud (1 Sam 16:6-13). Nabi Samuel berfikir dan ingin mengambil keputusan berdasarkan penilaian panca indera. Namun dikatakan bahwa Tuhan melihat hati. Dan karena inilah, Tuhan memilih Daud, seorang yang berkenan di hati-Nya(1 Sam 13:14).

Baca lengkap di : www.katolisitas.org

Tidak ada komentar: