JAM  KERJA  SEKRETARIAT  GEREJA :       Selasa ~ Sabtu : 08.00 - 19.00,  Istirahat : 12.00 - 13.00            Minggu   : Pagi 07.00 - 10.00 , Sore 17.00 - 19.00.             LIBUR setiap Hari Senin dan Hari Libur Nasional           Telp : 6711509

Selasa, 27 Mei 2014

PERJUANGAN TIGA WANITA

PERJUANGAN TIGA WANITA
Oleh: Aoirisuka


Sepanjang saya hidup hingga detik ini, saya mengenal baik 3 perempuan yang BERANI. Yang pertama adalah Meme, teman dekat saya di masa kuliah. Yang kedua adalah Tante Soe Tjen Marching yang saya kenal seusai membaca bukunya. Yang ketiga adalah Tesa yang saya kenal dari membicarakan buku Tante Soe Tjen. Persamaan dari ketiga perempuan ini adalah keberanian mereka dalam berjuang melawan penyakit mematikan. Sejak pertama berjumpa dengan Meme, rambut kepalanya sudah sangat tipis. Setelah cukup lama mengenalnya, saya tahu Meme terkena tumor di bagian kepala. Di ruangannya, tersedia botol-botol obat berwarna putih. Obat-obat itu harus rutin ia konsumsi setiap hari untuk menjaga kondisi tubuhnya. Karena tumor itu pula, Meme harus memakan segala makanan hambar/tawar selama ia hidup. Pada suatu malam, Meme mau terbuka menceritakan perihal penyakitnya. Ia menderita tumor sejak SMP. Kabar itu pun ia dengar tanpa sengaja dari pembicaraan antara sang mama dengan dokter yang menanganinya. Malam itu seusai membagikan kisahnya kepada saya, mata Meme sempat berkaca-kaca. Ia bilang, ia divonis tak bisa bertahan hidup untuk bertahun-tahun ke depan. Tetapi ia bersyukur vonis itu tak menjelma nyata. Tuhan memampukannya hidup sampai kini, sampai memasuki usia 20-an. Kami berdua terpisah karena sejak lulus kuliah, ia kembali ke kota asalnya. Tetapi kami tetap saling berkomunikasi.


Saya memanggil Tante Soe Tjen Marching dengan sebutan Ma’am. Ia adalah penderita kanker tiroid dan kanker punggung yang harus menjalani operasi berkali-kali. Perjuangannya melawan kanker tersebut ia abadikan dalam buku ‘Kubunuh Di Sini’ yang diterbitkan oleh penerbit KPG di tahun 2013. Saat mama saya membaca judul buku itu, mama heran mengapa judulnya begitu. Saya bilang baca saja dulu, karena selain berisi kronologi perjalanan menyingkirkan kanker, Ma’am juga menyajikan fakta-fakta menarik tentang imigrasi, layanan kesehatan lintas negara, dan kaum mayoritas di negeri Pancasila. Dokter Ma’am mengatakan, jika kanker tak bisa mati di dunia nyata, setidaknya Ma’am membunuhnya di tulisannya. Oleh karena itu buku yang Ma’am tulis diberi judul ‘Kubunuh Di Sini’. Setiap kali membuka lembar baru di bukunya, saya merasa Ma’am sangat menderita, namun kekuatannya tak kalah oleh penderitaannya. Ma’am adalah wanita kuat plus berani. Di dalam hidupnya, ia tak hanya berjuang melawan kanker, namun juga berjuang demi hak-hak asasi manusia. Ma’am termasuk aktivis yang ikut melayangkan petisi melalui Change.org (organisasi berskala internasional yang memperjuangkan perubahan dunia ke arah yang lebih baik). Ma’am juga mendirikan Lembaga Bhinneka bersama beberapa orang temannya, sebuah lembaga yang menghargai perbedaan tanpa ada diskriminasi.


Tesa adalah perempuan kuat ketiga yang saya kenal. Kami yang sama-sama gemar membaca ini saling mengenal sejak membicarakan buku ‘Kubunuh Di Sini’ lewat suatu media sosial. Tesa tinggal di tempat yang jauh. Dari penuturannya saya baru mengetahui bahwa toko buku di kotanya termasuk jarang. (Saya jadi berpikir bahwa fasilitas hidup yang tersedia lengkap di negeri ini seharusnya tak hanya di DKI Jakarta dan Pulau Jawa). Hampir sama seperti Ma’am, Tesa juga terkena kanker di sekitar perut. Ia masih duduk di bangku SMA, masih muda, tetapi harus menghadapi penyakit mematikan itu. Setiap kali Tesa selesai berobat, ia tak lupa memberitahukannya kepada saya. Pernah suatu kali saya tahu luka yang terjadi padanya. Ia tengah berbaring sakit selama seminggu, tetapi kekasihnya kedapatan selingkuh. Saya tak habis pikir pada laki-laki ini, kok bisa ketika Tesa berjuang melawan penyakitnya, ia malah main belakang alih-alih mendampingi kekasihnya? Setelah tahu perselingkuhan tersebut, Tesa langsung minta putus dari laki-laki itu. Ini keputusan terbagus yang Tesa ambil, karena bagi saya pribadi pun, selingkuh merupakan hal yang somehow tak terampuni. Kami bertiga – saya, Ma’am, dan Tesa – sering kontak dan memberitahukan kabar masing-masing.


Tumor dan kanker, jenis penyakit laksana bom waktu, yang dapat meledak tanpa peringatan atau tiba-tiba non-aktif tanpa pemberitahuan. Kabar terakhir yang kudengar, Ma’am baik-baik saja sekarang, sisa-sisa kankernya sedang tak berulah. Ia sekarang tinggal di Inggris dan sesekali pulang ke Indonesia untuk Lembaga Bhinneka. Tesa juga terus berusaha untuk kuat sekuat Ma’am, janjinya pada kami. Ia bilang akan terus berjuang dan tetap optimis. Sementara itu, Meme yang kini kembali ke kota asalnya pun baik-baik saja meskipun obat harus tetap rutin diminum. Ia sedang melanjutkan tahap hidup selanjutnya setelah kuliah, mewujudkan (profesi) impian. Tiga wanita ini menunjukkan kepada saya dahsyatnya semangat mereka untuk terus hidup. Sekalipun derita menyerang bertubi-tubi, sekalipun rasa sakit datang dan pergi dari tubuh mereka secara semena-mena, mereka tetap kuat dan bahkan menginspirasi orang lain. Ma’am menginspirasi orang-orang melalui tulisan dan petisinya demi keadilan, Tesa menginspirasi melalui ketulusannya terhadap orang lain, dan Meme menginspirasi melalui persahabatan tanpa pamrih yang ia berikan. Meskipun penyakit mereka mematikan, namun kekuatan, keberanian, serta semangat mereka tak kalah mematikan. Tuhan menjaga dan memelihara hidup mereka dengan sangat baik, dan saya bersyukur karenanya. Saya bersyukur Tuhan menghadirkan ketiga wanita kuat ini di dalam hidup saya.


Tidak ada komentar: