JAM  KERJA  SEKRETARIAT  GEREJA :       Selasa ~ Sabtu : 08.00 - 19.00,  Istirahat : 12.00 - 13.00            Minggu   : Pagi 07.00 - 10.00 , Sore 17.00 - 19.00.             LIBUR setiap Hari Senin dan Hari Libur Nasional           Telp : 6711509

Rabu, 22 September 2010

PESAN BAPA SUCI BENEDICTUS XVI UNTUK HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-26, TAHUN 2011 DI MADRID

PESAN BAPA SUCI BENEDICTUS XVI
UNTUK HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-26
TAHUN 2011 DI MADRID


“Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus,berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2:7)

Sahabat muda terkasih,
Saya sering mengingat kembali Hari Orang Muda Sedunia di Sidney pada tahun 2008 silam. Di sana, kita merayakan pesta iman, saat Roh Allah secara giat bekerja di tengah-tengah kita semua, dan membangun komunitas rohani yang secara sungguh-sungguh dapat saling berbagi dalam satu iman, di antara para peserta yang datang dari berbagai belahan dunia. Pertemuan tersebut, seperti perjumpaan-perjumpaan sebelumnya, berbuah lebat dalam hidup banyak orang muda dan hidup Gereja. Sekarang kita menuju Hari Orang Muda Sedunia berikutnya, yang akan terselenggara di Madrid pada bulan Agustus 2011. Mengingat kembali masa pada tahun 1989, beberapa bulan sebelum hari bersejarah keruntuhan tembok Berlin, peziarahan orang muda seperti ini pernah dilakukan di Spanyol pula, waktu itu di Santiago de Compostela. Sekarang, saat masyarakat Eropa sedang dalam kebutuhan besar untuk menemukan kembali akar Kekristenan mereka, pertemuan kita akan mengambil tempat di Madrid, dengan tema : “Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2: 7). Saya menyemangati Anda untuk mengambil bagian dalam peristiwa ini, yang merupakan peristiwa penting bagi Gereja di Eropa dan bagi Gereja sedunia. Saya mengajak kalian semua orang muda, baik yang saling berbagi iman dalam Yesus Kristus, maupun kalian yang ragu dalam ketidakpastian, atau kalian yang tidak percaya akan Dia, untuk berbagi pengalaman ini, yang akan membuktikan kepastian hidup kalian. Inilah pengalaman akan Tuhan Yesus yang bangkit dan hidup, dan pengalaman akan kasihNya bagi kita masing-masing.

1. Pada sumber Keinginanmu yang terdalam
Dalam setiap periode sejarah kehidupan, termasuk periode kita, banyak orang muda memiliki kerinduan yang mendalam akan relasi pribadi, yang ditandai oleh kebenaran dan solidaritas. Banyak dari mereka membangun hubungan persahabatan yang tulus, untuk mengenal cinta sejati, untuk memulai hidup berkeluarga yang diharapkan manunggal bersatu, untuk mencapai kepenuhan pribadi dan kemapanan hidup yang nyata, serta semua hal yang menjamin masa depan yang bahagia dan tenang. Ketika mengenangkan masa muda saya sendiri, saya tersadar bahwa kemapanan dan perasaan aman nyaman bukanlah pertanyaan yang memenuhi pemikiran generasi muda. Memang cukup benar, bahwa pentinglah memiliki pekerjaan agar dengan itu memiliki pijakan yang kokoh. Namun selain itu, tahun-tahun masa muda merupakan juga waktu, saat kita mencari yang terbaik dari hidup kita. Ketika saya membayangkan kembali masa muda itu, saya ingat semua bahwa kita tidak ingin hidup nyaman demi kehidupan dalam kelas menengah yang mapan. Kita menginginkan sesuatu yang besar, sesuatu yang baru. Kita ingin menjelajahi kehidupan itu sendiri, dalam semua keagungan dan keindahannya. Secara alamiah, tahap itu merupakan bagian dari kehidupan yang kita alami. Selama kediktatoran Nazi dan peperangan, dapat dikatakan pada masa itu, semua orang terkungkung oleh segala peraturan dan batasan yang diciptakan oleh struktur yang sedang berkuasa. Maka, semua orang saat itu ingin mendobrak segala batasan: menginginkan adanya kebebasan, keterbukaan yang memungkinkan kita meraih peluang sebagai manusia. Saya berpikir, bahwa dorongan untuk mendobrak segala batasan yang ada, pada jangkauan tertentu, selalu menandai jiwa orang muda dari masa ke masa. Bagian dari menjadi muda, ialah hasrat akan sesuatu di balik hidup harian dan pekerjaan yang mapan, suatu kerinduan untuk sesuatu yang sungguh-sungguh lebih besar.
Apakah ini hanya mimpi yang akan memudar dan akhirnya menghilang jika kita menua? Tidak! Pria maupun perempuan, diciptakan untuk sesuatu yang besar, untuk sebuah keabadian. Tiada pernah cukup. Santo Agustinus benar ketika ia mengatakan: “Hati kami belum tenang, sampai menemukan istirahat di dalam Engkau”.
Hasrat untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna merupakan tanda bahwa Tuhan menciptakan kita, agar mengemban citra diri-Nya. Tuhan adalah Sang Kehidupan, dan itulah sebabnya kita ciptaanNya selalu berusaha untuk menggapai dan menggenggam kehidupan. Karena manusia diciptakan dengan citra Allah, maka kita menggapai kehidupan dengan cara yang unik dan istimewa. Kita selalu berusaha untuk menggapai cinta, suka cita , dan damai. Jadi dapatlah kita lihat, betapa mustahil apabila kita berpikir bahwa kita dapat sungguh-sungguh hidup dengan menyingkirkan Allah dari gambar hidup kita! Tuhan adalah sumber kehidupan. Mengenyampingkan Allah berarti kita telah memisahkan diri kita dari sumber kehidupan, dan berarti kita telah memisahkan diri dari sumber sejati kebahagiaan, suka cita, dan damai. “Tanpa Sang Pencipta, makhluk ciptaan hilang melenyap” (Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, 36). Di beberapa belahan dunia, terutama kehidupan di belahan dunia Barat, budaya mereka saat ini cenderung menyingkirkan Tuhan dari segala aspek dan segi kehidupan, dan memandang bahwa iman kepercayaan adalah urusan pribadi, tanpa memiliki hubungan dan relevansi apapun dengan kehidupan. Sekalipun segugus nilai-nilai yang mendasari kehidupan masyarakat berasal dari Injil, seperti nilai martabat pribadi, nilai solidaritas, nilai kerja, dan nilai berkeluarga, namun kita menyaksikan suatu “gerhana Tuhan” yang pasti, semacam amnesia (penyakit lupa) akan sejarah, sebuah penolakan Kristianitas, pengingkaran khasanah iman Kristen, sebuah pengingkaran yang bisa membawa kita pada hilangnya jati diri kita yang paling dalam.
Untuk alasan inilah, para sahabat, saya mendorong kalian untuk memperkuat iman kalian akan Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Kalian adalah masa depan masyarakat dan Gereja. Seperti Rasul Paulus telah menulis untuk umat di Kolose : Pentinglah memiliki akar, dasar yang kokoh. Perkara ini secara sebagian, benar untuk zaman kita sekarang. Banyak orang tidak memiliki titik acuan yang kokoh, tempat mereka membangun hidup, dan karena nya mereka sungguh merasa tidak aman. Saat ini ada mentalitas relativisme yang berpaham bahwa alasan adanya setiap hal cukup kuat dari dirinya sendiri, serta bahwa suatu kebenaran dan titik acuan yang mutlak, tidak pernah ada. Namun, jalan pikiran seperti ini tidak akan pernah mengarahkan kita kepada kebebasan sejati, tetapi lebih mengacu kepada ketidakstabilan, kebingungan, kompromi buta terhadap keisengan zaman ini. Sebagai orang muda, kalian berhak untuk mewarisi dari generasi pendahulu, titik acuan yang kokoh bagi kalian untuk menolong kalian membuat pilihan, dan membangun hidup di atasnya, bagaikan tunas muda yang membutuhkan dorongan yang mantap hingga bisa membenamkan akar tunggangnya dalam-dalam, tumbuh menjadi pohon kuat yang mampu menghasilkan buah lebat.

2. Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus
Untuk menekankan betapa pentingnya iman bagi hidup umat Allah, kepada kalian saya ingin menyampaikan renungan saya, perihal tiga kata yang digunakan oleh St. Paulus dalam ungkapan : “Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2:7). Kita dapat membedakan tiga buah gambaran berikut ini: “Berakar” mengingatkan kita pada pohon dan akar yang memberi makan pohon itu. “Dibangun” mengacu pada susunan sebuah rumah; “Berteguh” menunjukkan pertumbuhan fisik dan susila. Ketiga gambaran ini sangat tepat. Sebelum memberi ulasan mengenai ketiga kata tersebut, saya tunjukkan bahwa menurut tata bahasa, ketiga kata itu dalam teks aslinya berbentuk kata kerja pasif. Berarti, Kristus sendirilah yang berkehendak untuk menanam, membangun, dan menguatkan kaum beriman.
Gambaran pertama ialah mengenai sebuah pohon yang dengan kokoh ditanam, yang berterima kasih kepada akar yang telah menopang dan memberi makanan kepadanya. Tanpa akar-akar itu, pohon akan roboh ditiup angin dan mati. Apakah akar kita? Secara alamiah, orangtua, keluarga dan kebudayaan negara kita merupakan unsur-unsur penting dari jati diri pribadi kita. Namun Kitab Suci mewahyukan unsur yang lebih lagi. Nabi Yeremia menuliskan: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yer 17:7-8). Bagi Nabi Yeremia, berakar dalam Tuhan berarti menyerahkan kepercayaan kepada Tuhan. Dari Dia, kita melukis hidup kita. Tanpa Dia, kita tidak bisa benar-benar hidup. “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam anak-Nya” (1 Yoh 5:11). Yesus sendiri menyatakan kepada kita, bahwa Dia sendirilah kehidupan kita (bdk. Yoh 14:6). Sebagai akibatnya, iman Kristen bukanlah hanya suatu kepercayaan bahwa suatu hal tertentu merupakan kebenaran, melainkan lebih dari itu, iman Kristen merupakan suatu hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Iman kita ialah suatu perjumpaan dengan Sang Putra Allah yang memberikan tenaga pada seluruh keberadaan kita. Ketika kita memasuki hubungan pribadi dengan Dia, Kristus menyingkapkan jati diri kita yang asli, dan dalam persahabatan denganNya, hidup kita bertumbuh menuju kepenuhan yang lengkap. Ada saatnya ketika kita mengalami masa muda, ketika bertanya: Apa makna hidup saya? Manakah tujuan dan arah yang harus kuberikan pada hidup saya? Saat itu merupakan saat penting, dan pertanyaan-pertanyaan itu mungkin bisa membuat kita cemas untuk beberapa lama. Kita mulai mempertanyakan mengenai jenis pekerjaan yang harus kita pilih, pola hubungan-hubungan yang harus kita bangun, persahabatan yang harus kita pelihara.
Di sinilah, suatu saat, saya melihat kembali masa muda saya. Saya agak cukup dini menyadari, mengenai kenyataan bahwa Tuhan menghendaki saya menjadi imam. Kemudian setelah masa peperangan berakhir, saat saya di seminari dan universitas dalam jalur menuju tujuan imamat itu, saya harus melihat kembali kepastian cita-cita saya itu. Saya harus bertanya diri: sungguhkan ini jalur yang harus saya jalani? Apakah benar jalan ini merupakan kehendak Tuhan bagi saya? Apakah saya akan mampu bertahan setia bagiNya dan sepenuhnya melayani Dia? Keputusan seperti ini menuntut perjuangan tertentu. Hal ini tidak bisa tidak, harus dilakukan. Namun kemudian tibalah kepastian itu: inilah keputusan yang tepat! Ya, Tuhan menginginkan saya, dan ia akan memberi saya kekuatan. Jika saya mendengarkan Dia dan berjalan bersamaNya, maka saya pasti menjadi diri saya yang asli. Yang diperhitungkan bukanlah pemenuhan hasrat hati saya sendiri, namun kehendak Dia. Dengan cara ini, hidup menjadi sejati.
Serupa dengan akar yang menopang kuat pohon untuk tetap berada dalam tanah dan kehidupannya, maka pondasi sebuah rumah memberikan jaminan kekokohan jangka panjang. Melalui iman, kita telah dibangun dalam Yesus Kristus (bdk. Kol 2:7), seperti rumah dibangun di atas pondasinya. Sejarah Kekudusan telah menyediakan bagi kita banyak contoh Santo-Santa yang membangun hidupnya pada Sabda Tuhan itu. Yang pertama ialah Abraham, bapa iman kita, yang taat pada Tuhan, ketika Tuhan memerintahkan dia meninggalkan tanah leluhurnya untuk menuju tanah yang tidak ia kenal. “Percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Karena itu Abraham disebut “Sahabat Allah” (Yak 2:23). Dibangun dalam Yesus Kristus berarti menanggapi secara positif panggilan Tuhan, mempercayaiNya, dan menaruh SabdaNya dalam tindakan. Yesus sendiri mengingatkan para murid, “Mengapa engkau berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Luk 6:46). Dia lalu memakai gambaran pembangunan sebuah rumah: “Setiap orang yang datang kepadaKu dan mendengarkan serta melakukannya – aku akan menyatakan kepadamu – dengan siapa ia dapat disamakan. Ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah. Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun” (Luk 6:47-48).

Para Sahabat terkasih.
Bangunlah rumah kalian sendiri di atas batu karang seperti orang yang menggali dalam-dalam untuk membuat pondasi. Cobalah setiap hari untuk mengikuti sabda Kristus. Dengan keberadaan-Nya disamping kalian, kalian akan menemukan keberanian dan pengharapan untuk menghadapi berbagai kesulitan dan masalah, bahkan untuk mengatasi kekecewaan dan kemunduran. Kepada kalian, secara terus menerus ditawarkan pilihan-pilihan yang lebih mudah, namun kalian sendiri tahu, bahwa segala tawaran itu bersifat menipu dan tidak akan pernah mampu memberikan damai dan suka cita. Hanya Sabda Allah saja yang mampu memperlihatkan kepada kita jalan yang sejati dan hanya iman yang kita terima-lah yang menjadi cahaya dalam jalan kehidupan kita. Dengan penuh syukur, terimalah hadiah rohani ini yang telah kalian warisi dari keluarga kalian; Berusahalah untuk menanggapi panggilan Tuhan dengan penuh kesadaran, dan bertumbuhlah dalam iman. Janganlah percaya para mereka yang memberitahu kalian bahwa kalian tidak memerlukan orang lain untuk membangun hidup kalian! Temukanlah dukungan dalam iman, pada orang-orang yang mengasihi kalian, temukanlah dukungan dari iman Gereja, dan bersyukurlah pada Tuhan bahwa kalian telah menerima iman itu dan telah membuatnya menjadi milik kalian sendiri!

3. Berteguhlah dalam iman
Hendalah kamu “berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman.” (Kol 2:7). Surat dari mana kata-kata tersebut dikutip, ditulis oleh Santo Paulus untuk menanggapi kebutuhan khusus umat Kristen di kota Kolose. Waktu itu, komunitas umat di Kolose terancam oleh pengaruh kecenderungan budaya tertentu yang memalingkan kaum beriman dari Injil. Ruang lingkup budaya kita sekarang, para sahabat, bukanlah seperti keadaan umat kuno di Kolose. Namun saat ini, terdapat arus kuat pikiran kaum sekular serupa, yang bertujuan untuk meminggirkan Tuhan dari kehidupan masyarakat dengan menekankan dan menciptakan “surga” tanpa kehadiran-Nya. Sebenarnyalah, pengalaman memberikan bukti nyata kepada kita semua, bahwa dunia tanpa Tuhan selalu menjadi “neraka” : dipenuhi oleh keakuan, keluarga berantakan, kebencian antar-pribadi dan antar-bangsa, dan kekurangan yang besar akan kasih, suka cita, dan harapan. Di lain pihak, di manap ada pribadi dan bangsa menerima kehadiran Allah di tengah-tengah mereka, memujiNya dalam kebenaran serta mendengarkan suara-Nya, maka peradaban cinta kasih sedang dibangun, yaitu sebuah peradaban di mana martabat semua orang dihormati, dan persekutuan paguyuban meningkat, dengan segala kebaikannya. Namun demikian tetap saja, beberapa umat Kristen tergoda oleh sekularisme dan arus kepercayaan yang menjauhkan mereka dari iman akan Yesus Kristus. Ada pula beberapa orang Kristen, sekalipun tidak terpengaruh oleh godaan itu, namun telah dengan sembrono membiarkan iman mereka tumbuh seadanya, yang berakibat buruk pada hidup kesusilaan mereka.
Kepada orang-orang Kristen yang dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang jauhb dari nilai Injil, Rasul Paulus memberitakan mengenai kekuatan wafat dan kebangkitan Kristus. Misteri wafat dan kebangkitan Kristus merupakan dasar hidup kita serta pusat iman Kristen. Dengan tetap menghormati pertanyaan-pertanyaan besar yang terbenam dalam-dalam di hati manusia, menurut saya semua filsafat yang mengabaikan misteri salib serta menganggapnya “kebodohan” (1Kor 1:23), justru menyingkapkan keterbatasan mereka sendiri. Sebagai penerus Rasul Petrus, saya juga ingin menguatkan kalian dalam iman (bdk. Luk 22:32). Kita dengan teguh percaya bahwa Yesus Kristus menyerahkan diriNya sendiri di kayu salib untuk memberikan kasih-Nya kepada kita. Dalam penderitaanNya, Dia memikul penderitaan kita, menanggung dalam diri-Nya dosa –dosa kita, memberikan pengampunan bagi kita dan mendamaikan kita dengan Allah Bapa, membukakan bagi kita jalan menuju hidup abadi. Jadi, kita dibebaskan dari hal yang paling membelenggu hidup kita yaitu perbudakan dosa. Kita bisa mengasihi setiap orang, bahkan musuh kita, dan kita bisa membagikan kasih ini untuk yang termiskin dari saudara-saudari kita, dan bagi semua orang yang sedang dalam dalam kesukaran hidup.

Para Sahabat terkasih;
Salib sering menggentarkan kita karena salib tampak sebagai penolakan hidup. Pada kenyataannya, sebaliknyalah yang benar. Salib adalah pernyataan ‘Ya’ dari Allah kepada umat manusia, yang merupakan ungkapan tertinggi dari cinta-Nya dan sumber dari mana kehidupan kekal mengalir. Sesungguhnyalah, pernyataan ini berasal dari hati Yesus, yang dihancurkan di salib, yang justru dari hati yang hancur itu hidup ilahi mengalir, yang bisa ditampung oleh semua yang mengangkat mata mereka kepada Sang Tersalib.
Saya hanya dapat mendesak kalian untuk memeluk Salib Yesus Kristus, tanda cinta kasih Tuhan, sebagai sumber hidup baru.

4. Mengimani Yesus Kristus Tanpa melihat langsung
Dalam Injil kita menemukan paparan mengenai pengalaman iman Rasul Thomas ketika ia menerima misteri Salib dan kebangkitan Kristus. Thomas merupakan salah satu dari kedua belas rasul. Dia mengikuti Yesus, dan menjadi saksi mata dari penyembuhan dan mukjizat yang dibuat Yesus. Thomas mendengarkan sabda-Nya, dan dia mengalami ketakutan pada saat wafat Yesus. Malam pada hari Paskah itu, ketika Tuhan menampakkan diri pada para murid, Thomas tidak hadir. Ketika ia diberitahu bahwa Yesus hidup dan memperlihatkan diriNya, Thomas menjawab: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangannya, dan mencucukkan jariku pada bekas paku itu dan mencucukkan tanganku pada lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh 20:25).
Kita juga, ingin mampu melihat Yesus, berbicara denganNya dan merasakan kehadiranNya bahkan secara lebih penuh kuasa. Bagi banyak orang dewasa ini, menjadi sukar untuk mendekati Yesus. Ada terlalu banyak gambaran mengenai Yesus yang beredar, yang dinyatakan sebagai ilmiah, yang malahan membuat kabur keagungan dan keunikan pribadiNya. Itulah sebabnya, setelah bertahun-tahun belajar dan merenung, saya memikirkan untuk membagikan sesuatu dari perjumpaan pribadi saya bersama Yesus dengan menuliskannya menjadi sebuah buku. Ini merupakan sebuah cara untuk membantu orang lain melihat, mendengar, dan menyentuh Tuhan kepada siapa Ia datang supaya diri-Nya dikenal. Yesus sendiri ketika seminggu kemudian menampakkan diri lagi kepada para murid berkata kepada Thomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkanlah ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi melainkan percayalah.” (Yoh 20:27). Kita juga, bisa memiliki kontak yang tampak dengan Yesus dan menaruh tangan kita, juga berbicara padaNya, atas tanda-tanda penderitaan-Nya, tanda-tanda cinta kasih-Nya. Dalam sakramen-sakramen, Dia secara khusus dekat dengan kita, dan memberikan diriNya untuk kita. Orang muda terkasih, belajarlah untuk “melihat” dan “menjumpai” Yesus dalam Ekaristi, di mana Dia hadir dan dekat dengan kita, dan bahkan menjadi santapan bagi perjalanan kita. Dalam Sakramen Tobat, Tuhan memperlihatkan kerahimanNya dan selalu memberikan pengampunanNya untuk kita. Kenalilah, dan layanilah Yesus dalam diri orang miskin, orang sakit, dan dalam diri saudara-saudari yang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan.
Masuklah dalam percakapan pribadi dengan Yesus Kristus dan peliharalah hal itu dalam iman. Kenalilah Dia lebih baik lagi dengan membaca Kitab Suci dan buku Katekismus Gereja Katolik (KGK). Berbincanglah dengan-Nya dalam doa kalian, dan letakkan kepercayaan kalian dalam Dia. Dia tidak pernah mengkhianati kepercayaan kalian itu! “Iman pertama-tama ialah ikatan pribadi manusia dengan Allah. Sekaligus tak terpisahkan dari itu, ialah persetujuan bebas terhadap seluruh kebenaran yang diwahyukan Tuhan” (KGK, 150). Dengan demikian, kalian akan menuai iman yang matang dan mantap, yaitu iman yang tak hanya didasarkan kepada rasa-perasaan keagamaan, atau hanya mengandalkan ingatan samar-samar akan katekismus pelajaran agama Katolik yang kamu terima dulu saat kanak-kanak. Kalian mau datang untuk mengenal Allah, dan hidup secara sejati dalam kesatuan dengan Dia, sebagaimana Rasul Thomas yang memperlihatkan imannya yang teguh dalam Yesus, dengan berkata: “Tuhanku dan Allahku!”.

5. Ditopang oleh iman Gereja untuk menjadi saksi.
Yesus berkata kepada Thomas: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” (Yoh 20:29). Yesus saat itu sedang memikirkan jalur iman Gereja yang harus diikuti yang didasarkan pada para saksi mata wafat dan kebangkitan Kristus yaitu para Rasul. Dengan demikian, kita melihat, bahwa iman pribadi kita pada Kristus, yang menjumpai kita dalam percakapan pribadi denganNya, diikat dalam iman Gereja. Kita tidak beriman sebagai individu yang terpisah dari yang lain, namun melalui Baptis, kita ialah anggota keluarga besar Gereja. Iman yang diakui oleh Gereja selalu menguatkan kembali iman pribadi kita masing-masing. Kredo “Aku Percaya” yang kita doakan setiap misa hari Minggu melindungi kita dari bahaya kepercayaan terhadap “allah lain” yang tidak diwahyukan oleh Yesus Kristus: “Setiap orang beriman adalah anggota dalam jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat menjadi orang beriman kalau saya tidak didukung oleh iman orang lain. Dan oleh iman saya, saya pun mendukung iman orang lain” (KGK 166). Marilah selalu bersyukur kepada Tuhan atas anugerah Gereja, karena Gereja menolong kita untuk maju dengan aman, dalam iman yang memberi kita hidup sejati (bdk. Yoh 20:31).
Dalam sejarah Gereja, para orang kudus dan para martir selalu bergerak dari kemuliaan Salib Kristus - daya kesetiaan kepada Tuhan - menuju Allah, hingga pada titik mereka harus menyerahkan nyawa. Dalam iman, mereka menemukan kekuatan untuk mengatasi kelemahan, dan menang atas setiap kesulitan. Benarlah Rasul Yohanes mengatakan: “Siapakah yang mengalahkan dunia selain dari pada dia yang percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah?” (1Yoh 5:5). Kemenangan yang lahir dari iman adalah cinta kasih. Masih ada dan tetap ada, banyak umat Kristen yang menghayati kesaksian nyata dari daya iman yang diwujudkan dengan pelayanan karya amal kasih. Merekalah para juru perdamaian, promotor keadilan dan pekerja-pekerja demi dunia yang lebih manusiawi, dunia yang sesuai dengan rencana Tuhan. Dengan kompetensi dan sikap profesional, mereka bekerja penuh tanggung jawab dalam sektor-sektor hidup masyarakat yang beraneka ragam, menyumbangkan secara tepat guna, kesejahteraan bagi semua. Karya amal kasih yang berasal dari iman membawa mereka kepada kesaksian nyata dengan kata dan perbuatan. Kristus bukanlah harta milik yang ditujukan untuk diri kita saja. Dia, harta paling berharga yang kita miliki, ialah Dia yang ditujukan dan dibagikan untuk sesama yang lain. Pada masa globalisasi ini, jadilah saksi harapan Kristiani di seluruh dunia. Betapa banyaknya orang yang telah menanti untuk menerima harapan ini! Ketika berdiri di depan batu makam sahabat-Nya Lazarus, yang mati empat hari sebelumnya, sebelum Ia menghidupkan kembali si mati itu, Yesus berkata kepada saudari Lazarus, Martha: “Jika engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah” (bdk Yoh 11:40). Dengan cara yang sama, jika kalian percaya, dan jika kalian mampu menghayati iman dan menjadi saksi atas iman setiap hari, kalian akan menjadi sumber yang membantu orang muda lainnya seperti diri kalian, untuk menemukan makna dan kegembiraan hidup, yang terlahir dari perjumpaan dengan Kristus!

6. Menuju Hari Orang Muda Sedunia di Madrid
Para Sahabat terkasih,
Sekali lagi, saya mengundang kalian semua untuk menghadiri Hari Orang Muda Sedunia di Madrid. Saya menunggu kalian masing-masing dengan sukacita yang besar. Yesus Kristus ingin menguatkan iman kalian melalui Gereja. Keputusan untuk percaya kepada Yesus dan mengikuti-Nya bukanlah perkara yang mudah. Iman padaNya sering terhalangi oleh kegagalan pribadi, dan oleh banyak keriuhan yang menawarkan jalur-jalur perjalanan yang lebih mudah. Jangan lemah semangat. Namun, temukanlah dukungan dari komunitas seiman, temukanlah dukungan dari Gereja! Selama tahun ini, persiapkanlah secara cermat untuk pertemuan di Madrid, bersama uskup-uskup, para imam, para pembimbing orang muda di keuskupan, komunitas-komunitas paroki, dan berbagai serikat serta perkumpulan kalian.
Mutu pertemuan kita mendatang akan seluruhnya bergantung pada : Persiapan rohani kita, doa-doa kita, kebersamaan kita dalam mendengarkan sabda Allah, dan dukungan satu sama lain.
Para muda terkasih, Gereja bergantung kepada kalian! Dia membutuhkan iman kalian yang bersemangat, amal kasih kalian yang kreatif, dan energi dari pengharapan kalian. Kehadiran kalian memperbaharui, meremajakan,dan memberikan energi baru bagi Gereja. Karena itulah, maka Hari Orang Muda Sedunia adalah rahmat, bukan saja untuk kalian orang muda, tapi juga untuk keseluruhan umat Allah.
Gereja Spanyol sedang bersiap diri secara aktif untuk menyambut kedatangan kalian sekaligus untuk berbagi pengalaman iman yang menggembirakan ini bersama kalian. Saya mengucapkan terima kasih kepada keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, tempat-tempat ziarah, komunitas-komunitas religius, asosiasi-asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan gerejawi, serta semua yang bekerja keras untuk mempersiapkan peristiwa ini. Allah menganugerahkan berkat-Nya untuk mereka semua. Semoga Bunda Perawan Maria menyertai kalian selama persiapan ini. Ketika menerima kabar gembira, Bunda Maria menerima Sang Sabda dengan imannya. Dalam iman, ia menyetujui rencana kepenuhan janji Allah yang terlaksana dalam dan melalui dirinya. Dengan menyerukan “fiat”, “terjadilah padaku menurut perkataanMu”, Bunda Maria menerima anugerah cinta kasih yang sedalam-dalamnya, yang membuat dia memberikan diri seutuhnya kepada Allah. Semoga doanya campur tangan dalam diri kalian, sehingga pada Hari Orang Muda Sedunia mendatang ini, kalian bertumbuh dalam iman dan kasih. Saya meyakinkan kalian bahwa saya dengan kasih kebapaan, mengingat kalian dalam doa-doa saya, dan saya memberikan kepada kalian berkat dari lubuk hati saya yang paling dalam.

Dari Vatikan, 6 Agustus 2010
pada Pesta Penampakan Kemuliaan Tuhan
Benedictus PP. XVI



Penerjemah I : Niko Tanadi
Penerjemah II dan Penyelaras Akhir: Y Dwi Harsanto Pr

Tidak ada komentar: