Pasal 2. YESUS WAFAT DI SALIB
I. Proses Yesus
Para Pemimpin Yahudi Tidak Sependapat mengenai Yesus
595. Pribadi Yesus selalu saja memberi alasan untuk perbedaan pendapat di antara pemimpin religius Yerusalem; seorang Farisi bernama Nikodemus
596. Para pemimpin religius tidak sependapat
Orang Yahudi secara Kolektif Tidak Bertanggung Jawab atas Kematian Yesus
597. Kalau memperhatikan proses pengadilan Yesus yang berbelit-belit, sebagaimana tampak jelas dalam ceritera-ceritera Injil, dan dosa pribadi dari orang--orang yang terlibat dalam proses itu (Yudas, Majelis Agung, Pilatus) yang hanya diketahui oleh Allah sendiri, maka kita tidak dapat meletakkan tanggung jawab mengenai pengadilan itu pada keseluruhan orang-orang Yahudi di Yerusalem, walaupun ada teriakan dari sekelompok orang yang direkayasa
Karena itu Gereja menyatakan dalam Konsili Vatikan II: "Apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan kepada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang... Orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolab-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab Suci" (NA 4).
Semua Orang Berdosa Turut Menyebabkan Kesengsaraan Kristus
598. Dalam magisterium imannya dan dalam kesaksian para kudusnya Gereja tidak pernah melupakan bahwa semua pendosa pun adalah "penyebab dan pelaksana semua siksa yang Kristus derita" (Cat. R. 1,5,11)
"Tanggung jawab ini terutama mengenai mereka, yang berkali-kali jatuh ke dalam dosa. Oleh karena dosa-dosa kita menghantar Kristus Tuhan kita kepada kematian di kayu salib, maka sesungguhnya, mereka yang bergelinding dalam dosa dan kebiasaan buruk, 'menyalibkan lagi Anak Allah dan menghina-Nya di muka umum' (Ibr 6:6) - satu kejahatan, yang nyatanya lebih berat lagi daripada kejahatan orang-orang Yahudi. Karena mereka ini, seperti yang dikatakan sang Rasul, 'tidak menyalibkan Tuhan yang mulia, kalau sekiranya mereka mengenal-Nya' (1 Kor 2:8). Tetapi kita mengatakan, kita mengenal Dia, walaupun demikian kita seolah-olah menganiaya-Nya waktu kita menyangkal-Nya dengan perbuatan kita" (Catech. R. 1,5,11).
"Setan bukanlah mereka yang menyalibkan-Nya, melainkan engkau, yang bersama mereka menyalibkan-Nya dan masih tetap menyalibkan-Nya, dengan berpuas diri dalam perbuatan jahat dan dalam dosa" (Fransiskus dari Assisi, admon. 5,3).
II. Kematian Yesus yang Menebus dalam Rencana Keselamatan Ilahi
Yesus "Diserahkan sejalan dengan Keputusan Allah yang sudah Ditentukan"
599. Kematian Yesus yang sangat kejam tidak terjadi kebetulan, karena satu interaksi antara pelbagai faktor dan kondisi yang patut disesalkan. Itu termasuk misteri rencana Allah, sebagaimana santo Petrus sudah menjelaskannya dalam khotbah Pentekosta yang pertama untuk orang Yahudi di Yerusalem: Ia "diserahkan menurut maksud dan rencana Allah" (Kis 2:23). Cara tutur biblis ini tidak mengatakan bahwa mereka yang telah "menyerahkan" Yesus (Kis 3:13), hanya merupakan pelakon tidak bebas dari sebuah skenario yang telah ditentukan oleh Allah sebelumnya.
600. Bagi Allah semua saat adalah masa kini yang tengah berlangsung. Kalau Ia sudah "menentukan" sesuatu sebelumnya dalam rencana-Nya yang abadi, Ia turut memperhitungkan juga jawaban setiap mantisia atas rahmat-Nya: "Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel
"Yang Wafat untuk Dosa Kita sesuai dengan Kitab Suci"
601. Rencana ilahi untuk mendatangkan keselamatan melalui kematian keji "orang benar, hamba-Ku" (Yes 53:11)
Allah telah "Membuat-Nya menjadi Dosa karena Kita"
602. Karena itu santo Petrus dapat merumuskan iman apostolik tentang rencana keselamatan ilahi sebagai berikut: "Kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia, yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu... telah ditebus dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu maka Ia baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir" (1 Ptr 1:18-20). Dosa-dosa manusia yang menyusul dosa asal, dihukum dengan kematian
603. Yesus tidak dibuang [oleh Allah], seakan-akan Ia sendiri telah berdosa
"Eloi, Eloi lama sabakhtani, yang berarti, Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Mrk 15:34; Mzm 22:2). Karena dengan cara demikian Allah sudah membuat-Nya solider dengan kita, orang berdosa, maka "Ia tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi... menyerahkan-Nya bagi kita semua" (Rm 8:32), sehingga "kita diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya" (Rm 5:10).
Cinta Allah yang Menebus dan Mencakup Segala Sesuatu
604. Dengan menyerahkan Putera-Nya karena dosa kita, Allah menunjukkan bahwa rencana-Nya untuk kita adalah satu keputusan cinta yang penuh kebaikan dan mendahului setiap jasa dari pihak kita: "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita" (1 Yoh 4:10)
605. Cinta ini tidak mengecualikan seorang pun. Yesus mengatakannya pada akhir perumpamaan mengenai domba yang hilang: "Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki, supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang" (Mat 18:14). Ia menegaskan bahwa Ia menyerahkan hidup-Nya "menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mat 20:28). Ungkapan "untuk banyak orang" bukan menyempit, melainkan menempatkan seluruh umat manusia di hadapan pribadi Penebus satu-satunya, yang menyerahkan Diri, untuk menyelamatkannya
dikutip dari Katekismus Gereja Katolik 'KGK 1Thn'