SEJARAH BERDIRINYA PAROKI
Bermula dari sebuah paguyuban umat yang hanya terdiri dari 11 Kepala Keluarga pada tahun 1962, merupakan Gereja Perdana di Timur Kanal yang disebut Kring Jambusari dan berada dalam reksa Pastoral Paroki Atmodirono.
Seiring dengan pertambahan jumlah umat maka Kring Jambusari pada tahun 1970 dikembangkan menjadi Kelompok V (sekarang setingkat Wilayah) yang terdiri dari 5 wilayah (lingkungan), yaitu wil. Pandean Lamper, wil. Jambusari, wil. Kabluk I Gempolsari, wil. Asrama Brimob Kabluk, wil. Gayamsari / Sendangguwo.
Saat itu pula telah timbul keinginan umat untuk memiliki sebuah bangunan yang dapat digunakan untuk berhimpun bersama. Dengan bermodalkan sebuah bangunan bekas kandang babi (yang diberikan oleh seorang dermawan) seluruh umat secara bergotong royong mendirikan bangunan serba guna / kapel di atas tanah milik K.A.S di Jambusari.
Namun belum begitu lama umat memanfaatkan bangunan kapel tersebut pada tahun 1972, kapel harus tergusur oleh proyek PLTG. Sebagai ganti, berhasil membeli sebuah rumah sederhana terletak di jalan Majapahit di depan rumah pemotongan hewan (sekarang Lotte Mart) dan selanjutnya pada tahun 1973 dibangun menjadi kapel / gedung serba guna yang lebih memadai.
Ladang Tuhan di Timur Kanal nampaknya cukup subur dengan pertumbuhan dan perkembangan umat yang pesat. Untuk itu maka pada tahun 1980 timbullah gagasan umat Timur Kanal untuk membangun gedung Gereja yang cukup representatif. Gagasan itu mendapatkan sambutan positif dari Paroki Atmodirono yang memang merasakan bahwa Gereja Atmodirono sudah semakin tidak mampu menampung umat. Cita-cita membangun gedung gereja sebagai pengembangan Paroki Atmodirono di Timur Kanal tersebut dikonkritkan dalam Rencana Kerja Dewan Paroki Atmodirono pada tahun 1981. Untuk mewujudkan rencana tersebut dibentuklah kepanitiaan pembangunan gereja Timur Kanal yang bertugas untuk :
- Mengupayakan tanah lokasi pembangunan gereja.
- Menggali dana.
- Mengupayakan ijin pendirian gereja.
- Membangun fisik gereja.
Langkah awal kerja panitia adalah berupaya mencari tanah lokasi yang tepat bagi pembangunan gereja. Usaha inipun bukan merupakan pekerjaan yang gampang karena harus memenuhi beberapa persyaratan atau pertimbangan, yaitu :
- Luas tanah yang cukup memadai.
- Letak tanah yang harus memperhitungkan dengan jarak dari gereja
yang sudah ada ( gereja Atmodirono ) dan mudah dijangkau umat.
- Harga tanah terjangkau dan relatif murah.
- Kondisi masyarakat sekitar yang bisa menerima dan menyetujui dengan
dibangunnya gedung gereja.
Modal utama untuk pembelian tanah adalah uang hasil penjualan kapel St. Paulus di jalan Majapahit yang penjualannya dilaksanakan pada sekitar tahun 1980. Setelah upaya pencarian / pembelian tanah yang cukup sulit, akhirnya berhasil diperoleh, dana yang terkumpul juga sudah memadai dan ijin bangunan sudah ada kepastian, maka dimulailah pembangunan gedung gereja.
Upacara peletakan batu pertama oleh Romo Ign. Wignyasumarta, MSF, selaku Pastor Kepala Paroki St. Familia (sekarang Paroki Keluarga Kudus) Atmodirono, dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 1987, bertepatan dengan Pesta Nama St. Paulus pelindung gereja di Timur Kanal.
Pada saat gereja ini mulai dibangun, jumlah umat mencapai ± 3.231 jiwa (sensus th. 1986) dan kepengurusannya masih tetap kelompok V Timur Kanal yang terdiri dari 13 lingkungan. Selama dua tahun pelaksanaan pembangunan gereja berjalan lancar, dan akhirnya berkat rahmat Tuhan yang selalu menyertai perjuangan gigih dari seluruh umat Paroki Atmodirono, selesailah pembangunan Gedung Gereja St. Paulus sebagai 'anak ke 2' dari Paroki Atmodirono menyusul Paroki Mater Dei Lampersari sebagai 'anak pertama'. Pembangunan gereja ini menelan biaya sebesar Rp. 360.441.264,- (tiga ratus enam puluh juta empat ratus empat puluh satu ribu dua ratus enam puluh empat rupiah).
Pada hari Rabu Pahing tanggal 28 Juni 1989, sehari sebelum pesta nama St. Petrus - Paulus, Gedung Gereja St. Paulus Sendangguwo diberkati oleh Romo Vikjen Keuskupan Agung Semarang Romo CHR. Purwawidyana, Pr mewakili Bapa Uskup Agung dan diresmikan oleh Walikota Semarang yang diwakili Sekwilda Bp. Drs. FX. Bambang Sriwidiyoko.
Esok harinya, pada tanggal 29 Juni 1989 Gereja baru kita dipergunakan untuk mentahbiskan dua orang imam baru dari Misionaris Keluarga Kudus, oleh Bapa Uskup Surabaya, Mgr. Aloysius Joseph Dibyokaryono, Pr.
MENUJU PAROKI MANDIRI
Sejak saat diberkati dan diresmikannya Gereja St. Paulus tersebut maka kepengurusan Kelompok V yang terdiri dari 6 wilayah dan yang mengkoordinir 28 lingkungan, berubah menjadi Pengurus Gereja St. Paulus yang susunan organisasinya telah menyerupai Dewan Paroki namun masih berada di bawah Paroki St. Familia Atmodirono.
Untuk melengkapi Sarana gedung gereja sebagai persiapan menjadi Paroki yang mandiri maka segera dibangun gedung Pastoran dengan peletakan batu pertama pada tanggal 29 Juni 1990 oleh Romo RB. Pranatasurya, MSF.
Berdasarkan Surat Keputusan Bapa Uskup Agung Semarang No. 342/B/II/b/92 tanggal 31 Juli 1992, maka terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1992 Gereja St. Paulus ditetapkan sebagai Paroki mandiri terlepas dari Paroki Atmodirono, dengan Romo Kepala Paroki yang pertama yaitu alm.Romo FX. Martowiryono, MSF.
Sebagai sebuah Paroki yang baru, pada tanggal 29 Oktober 1992 Paroki St. Paulus Sendangguwo untuk kali yang pertama menerima kunjungan Pastoral Bapa Uskup Agung Semarang Mgr. Yulius Kardinal Darmaatmodjo, SJ sekaligus meresmikan dan memberkati Gedung Pastoran yang telah selesai dibangun.
Kini 22 tahun sudah usia Gereja St. Paulus. Bila kita melihat perkembangan Gereja (umat) baik menyangkut jumlah maupun karya kerasulan dibidang pendidikan maupun kesehatan semuanya sungguh menggembirakan.
Hal ini didukung oleh keberadaan 3 komunitas Biarawati, yaitu para suster dari PIJ, BKK, (dan PI, sejak 2006 ditutup) yang semakin menambah semaraknya kehidupan Gereja St. Paulus. Perkembangan jumlah umat dari ± 3.500 jiwa pada saat gereja ini diberkati sekarang telah mencapai ± 10.000 jiwa.Daerah teritorial reksa pastoral Paroki St. Paulus cukup luas, terbagi menjadi 13 Wilayah yang mengkoordinir 65 Lingkungan, hal ini mendorong umat di daerah-daerah tertentu berkeinginan membangun gedung serbaguna / kapel atau bahkan gereja.
Kapel yang sudah ada :
- Kapel St.Theresia Avila, Tlogosari
- Kapel Yesus Maria Yosef, Plamongan Indah
dikutip dari Sejarah Gereja Santo Paulus Sendangguwo,oleh : BLK, Keuskupan Agung Semarang,www.kas.or.id ~ dengan beberapa perubahan penyesuaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar