Mengolah Sampah,
Ibadah Sekaligus Menjadi Berkah
Minggu, 28 Juli 2013, Bidang Sarpra (Sarana dan Prasarana) Dewan Paroki Santo Paulus Sendangguwo Semarang mengadakan acara mini workshop tentang pelestarian lingkungan di Bangsal Pastoran. Acara yang dimulai pukul 10 pagi ini mengambil judul “Mengolah Sampah, Ibadah Sekaligus Menjadi Berkah” dengan pembicara utama seorang pakar lingkungan dari Unika Soegijapranata Semarang, Ibu Dr. Hotmauli Sidabalok.
Secara sederhana, ringan sehingga mudah dimengerti oleh peserta, dipaparkan tentang pengelolaan pembuangan sampah yang terjadi sekarang ini disekitar kita, mulai dari maraknya sampah-sampah organik (sisa makanan, sampah kebun) yang dibuang begitu saja hingga sampah inorganik (plastik, kaleng, botol dsb) yang sangat sulit diolah oleh alam, menumpuk semakin menggunung. Belum lagi sampah yang dibuang sembarangan ke sungai, saluran drainase dan di jalan umum. Keprihatinan yang menjadi perhatian serius masyarakat sosial di seluruh dunia.
Namun lain ladang lain belalang, di masyarakat kita (Indonesia), perhatian terhadap sampah ini nampaknya sangat jauh berbeda. Kebiasaan membuang sampah sembarangan hingga kesadaran menggunakan bahan-bahan yang dapat di daur ulang masih sangat minim. Dapat terlihat dari gunungan sampah di pemukiman-pemukiman bahkan di TPA, yang beberapa diantaranya pernah mendatangkan bencana kebakaran hebat akibat gas metana yang dihasilkan sampah-sampah itu terbakar (contoh TPA Leuwigajah Bandung, TPA LIK Kaligawe Semarang).
Sebagai seorang beriman, terlebih sebagai seorang Katolik, sudah menjadi tanggungjawab kita untuk menjaga kelestarian alam ciptaan Tuhan ini yang diperuntukkan bagi kesejahteraan kita juga. Sebuah cara sederhana diajarkan, yaitu mencoba mengurangi penggunaan bahan kemasan dari plastik misalnya. Juga diajarkan bagaimana kita dapat mengolah sampah organik rumah tangga ( misal: sisa makanan, sisa potongan sayur-mayur) secara ramah lingkungan (tidak menimbulkan polusi asap akibat pembakaran sampah lagi), menjadi pupuk organik dengan cara yang sederhana dan mudah. Cara ini beberapa waktu lalu pernah diajarkan, diujicobakan dan berhasil dengan baik oleh Takakura, seorang pakar dari JICA - Jepang, kepada masyarakat di daerah Jomblang, Semarang. Sehingga kotak tempat pengolahannya pun diberi nama ‘Kotak Takakura’. Dengan kotak ini (yang dapat pula dibuat secara sederhana dari barang bekas) kita dapat menghasilkan pupuk tanaman yang lebih berkualitas.
Di sesi lain yang dipandu oleh Bp. Andang dan Ibu Eko, peserta workshop yang berkisar 80 orang dibagi menjadi dua, kelompok ibu mengikuti paparan tentang pemanfaatan limbah kemasan plastik menjadi pernak-pernik perhiasan, bunga dan sebagainya. Sedangkan kelompok bapak melihat cara pembuatan lubang biopori yang dipraktekkan oleh Bp. Sujud dan kawan-kawan dari lingkungan Yoao Baptista.
Dalam sambutannya di bagian akhir acara, Romo MC Sadana MSF selaku Kepala Paroki, menyambut baik acara workshop ini, dan mengharapkan agar kegiatan ini tidak berhenti sebatas workshop semata namun dapat di implementasikan secara nyata di lingkungan masing-masing.
KomSos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar