Gereja Katolik yang kudus mengajarkan bahwa pada saat Konsekrasi dalam Misa, roti dan anggur di altar sungguh-sungguh menjadi Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Yesus Kristus. Roti dan anggur sudah tidak ada lagi, meskipun wujudnya dan sifatnya tetap roti dan anggur. Perubahan yang amat penting ini oleh Gereja Katolik dinamakan perubahan hakiki atau transsubstansiasi - perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi Tubuh Kristus, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi Darah-Nya.
ADORASI SAKRAMEN MAHA KUDUS
Kepada Hosti yang telah dikonsekrir dan Darah Kristus dalam rupa anggur, kita bersembah sujud seperti kepada Tuhan sendiri, karena Roti dan Anggur yang telah dikonsekrir tersebut sungguh-sungguh adalah Tuhan Yang Mahakuasa sendiri. Bentuk penyembahan tertinggi ini disebut latria. Pendapat yang menyatakan bahwa Kristus hanyalah unsur Ekaristi, sama seperti lambang, atau bahwa Kristus hanya diterima secara rohani, sungguh bertentangan dengan Konsili Trente.
KEHADIRAN-NYA NYATA
Baik roti maupun anggur yang telah dikonsekrir, keduanya mencakup seluruh Yesus Kristus - Tubuh-Nya, Darah-Nya, Jiwa-Nya dan Ke-Allah-an-Nya. Jadi, mereka yang menyambut komuni, baik dalam rupa roti maupun dalam rupa anggur, menyambut seluruh Kristus. Lagipula, serpihan terkecil dari sebuah Hosti yang telah dikonsekrir ataupun tetesan terkecil dari anggur yang telah dikonsekrir adalah seluruh Kristus. Jadi, Kristus tidak terbagi, Ia tetap satu.
Kristus hadir selama wujud roti dan anggur masih ada. Jika sebuah Hosti yang telah dikonsekrir dilarutkan dalam air, sehingga tidak berupa roti lagi, ia bukan lagi Yesus. Dengan demikian, Kristus hadir dalam diri orang yang menyambut komuni selama kurang lebih 15 menit, dan ia selayaknya menyembah Dia yang ada dalam dirinya selama Ia hadir secara sakramental.
Memang benar bahwa Tuhan ada di mana-mana, sebagai Pencipta serta Penyelenggara segala sesuatu, dan bahwa Ia hadir melalui rahmat pengudusan dalam semua jiwa yang berada dalam keadaan rahmat, namun kehadiran-Nya tersebut adalah kehadiran rohani. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi - Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an-Nya - adalah sepenuhnya unik, dan kehadiran-Nya dalam Ekaristi itu saja yang merupakan Kehadiran Allah.
PEDOMAN UNTUK MENYAMBUT KOMUNI
Agar dapat menyambut Komuni Kudus secara layak, seseorang haruslah berada dalam keadaan rahmat, yaitu bebas dari perbuatan dosa berat yang belum diakukan serta diampuni melalui Sakramen Tobat. Menerima Komuni Kudus dalam keadaan belum bersih dari dosa berat itu sendiri adalah suatu dosa berat yaitu dosa sakrilegi (dosa melanggar hal-hal suci). Seseorang yang telah melakukan dosa berat haruslah terlebih dahulu membersihkan jiwanya dalam Sakramen Tobat sebelum menerima Komuni Kudus. St. Paulus mengatakan bahwa barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan (1Kor 11:27). (Dosa sakrilegi karena menerima Komuni secara tidak pantas, tentu saja dapat diampuni dalam Sakramen Tobat).
Orang yang menyambut komuni juga, selain dalam keadaan rahmat, haruslah memiliki kehendak baik dan melakukan puasa yang diwajibkan. Wajib puasa yang berlaku sekarang ialah berpuasa dari segala makanan dan minuman (kecuali air putih dan obat) satu jam sebelum saat menyambut komuni. Berpuasa lebih lama - misalnya, tiga jam atau sejak tengah malam - adalah persiapan yang sangat baik.
Seorang Katolik yang taat juga akan berjuang untuk memurnikan jiwanya dari dosa-dosa ringan agar dapat menyediakan tempat tinggal yang layak bagi Kristus di hatinya. Persiapan serta-merta yang terbaik untuk menyambut Komuni Kudus adalah dengan ikut ambil bagian dalam Misa dengan khusuk serta sepenuh hati.
KEWAJIBAN PASKAH
Semua orang Katolik wajib menyambut Komuni Kudus sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, sedapat mungkin dalam Masa Paskah.
MENGAPA KITA DIANJURKAN UNTUK MENYAMBUT KOMUNI SESERING MUNGKIN?
Pengaruh sakramental yang istimewa dari Ekaristi adalah: persatuan yang erat antara orang yang menyambut Komuni Kudus dengan Yesus Kristus (dan juga dengan anggota-anggota Tubuh Mistik-Nya yang lain); sebagai makanan rohani bagi kehidupan rahmat (pengaruh yang dapat diperbandingkan dengan makanan jasmani yang memberi makan tubuh jasmani kita); dan sebagai jaminan kemuliaan surgawi serta kebangkitan badan.
Dengan menyambut Komuni Kudus, seorang Katolik mentaati perintah Kristus untuk menyantap Tubuh-Nya dan meminum Darah-Nya. Ia melaksanakan tindakan yang paling menyenangkan bagi Tuhan yang amat rindu untuk tinggal dalam hatinya. Dan sebaliknya, kerinduannya untuk menyambut Dia akan bertambah. Setiap penerimaan Komuni Kudus mengakibatkan bertambahnya rahmat pengudusan dalam jiwa; hal tersebut terjadi sejauh orang yang menyambut komuni tersebut membuka dirinya kepada Kristus dengan mengosongkan jiwanya yang berdosa serta meninggalkan keinginan-keinginan duniawinya, sesuai dengan sikap persiapan serta-mertanya, penerimaan Komuni dan ucapan syukurnya.
Rahmat pengudusan adalah kehidupan Kristus dalam jiwa, suatu kenyataan rohani yang sulit dijelaskan. Rahmat pengudusan membuat jiwa menjadi kudus serta menyenangkan bagi Tuhan. Rahmat pengudusan memberi jiwa kecantikan adikodrati yang jauh melampaui kecantikan jasmani yang luar biasa sekalipun. Seseorang haruslah berada dalam keadaan rahmat pada saat ajalnya agar dapat diselamatkan. Setiap kunjungan Yesus Kristus dalam Ekaristi merupakan janji kehidupan kekal bagi mereka yang tinggal dalam rahmat-Nya dengan mentaati perintah-perintah-Nya.
Melalui Komuni Kudus, Kristus melimpahi kita dengan rahmat agar kita dapat mentaati perintah-perintah-Nya. Menyambut Komuni sesering mungkin telah lama dianjurkan oleh Gereja sebagai sarana untuk mengatasi dosa, termasuk dosa-dosa yang biasa kita lakukan dan teristimewa dosa-dosa karena melanggar kesucian. Persatuan yang erat dengan Yesus Kristus yang timbul karena sering menerima Komuni Kudus dengan penuh cinta merupakan buah komuni yang utama, buah-buah komuni yang lain ialah: memperlemah hawa nafsu dan godaan-godaan duniawi dalam jiwa, serta membangkitkan penghargaan akan hal-hal yang dari Tuhan, dengan demikian menata jiwa agar memperoleh banyak keuntungan rohani dari Komuni Kudus. St. Yohanes Bosco, “Sahabat Kaum Muda” yang membawa kembali anak-anak berandal ke jalan yang benar, seringkali berbicara tentang tiga “musim semi” dalam kehidupan rohani: Pengakuan Dosa, Komuni Kudus, dan devosi kepada Santa Perawan Maria.
EKARISTI DALAM KITAB SUCI
Sejak awal mula Gereja telah memuliakan “roti” dan “anggur” Ekaristi sebagai benar-benar Tubuh dan Darah Yesus Kristus, karena demikianlah yang diajarkan oleh Kristus Sendiri. Tuhan Yesus tahu betapa iman yang mendalam diperlukan untuk menerima ajaran ini, jadi pertama-tama Ia mempersiapkan para murid-Nya dengan mukjizat penggandaan roti dan ikan (Mat 14:15-21). Kemudian Ia menubuatkan bahwa Ia akan memberikan daging-Nya sendiri serta darah-Nya “sebagai makanan dan minuman”. Itulah saat yang menentukan bagi banyak pengikut-Nya: “Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: `Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?' … Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia” (Yoh 6:60,66). Mereka bukannya salah paham dengan-Nya; melainkan mereka benar-benar tidak mau menerima apa yang dikatakan Yesus. Meskipun begitu, Kristus tidak menawarkan penjelasan untuk memperlunak perkataan-Nya atau pun memberikan arti simbolik kepada mereka. Malahan, “Kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yoh 6:67).
Penetapan Ekaristi Kudus terjadi pada saat Perjamuan Malam Terakhir yang digambarkan oleh St. Matius sebagai berikut: “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: `Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.' Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: `Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.'” (Mat 26:26-28). Peristiwa penting ini juga dicatat oleh St. Markus (Mrk 14:22-24), St. Lukas (Luk 22:17-20) dan St. Paulus (1Kor 11:23-26). Kata-kata Kristus ini sejak dahulu hingga sekarang senantiasa diterima dalam arti yang sebenarnya dan sesungguhnya oleh segenap umat Katolik.
GEREJA PERDANA DAN EKARISTI
St. Ignatius dari Antiokia (wafat th 170) mencatat mengenai mereka yang menentang ajaran Ekaristi pada masa itu sebagai berikut: “Mereka menjauhkan diri dari Ekaristi dan doa, karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah tubuh Juruselamat kita, Yesus Kristus.” St. Efrem (wafat th 373) mengatakan: “Tetapi jika seseorang menghinanya atau menolaknya atau melecehkannya, dapat dipastikan bahwa ia menghina Sang Putera, yang menyebutnya dan sesungguhnya menjadikannya Tubuh-Nya.” Dan St. Yustinus (wafat th 165) menegaskan: “Kita menyebut roti ini `Ekaristi' di mana tidak akan ambil bagian di dalamnya seorang pun yang tidak mengimani kebenaran ajaran kita, yang belum dibersihkan dari dosa dengan dilahirkan kembali dan diampuni dosa-dosanya, serta yang hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Yesus Kristus, karena kita tidak menyantapnya sebagai makanan dan minuman biasa, melainkan karena Sabda Allah: Yesus Kristus mengambil rupa tubuh dan darah demi keselamatan kita. Kita tahu juga bahwa makanan ini yang secara alami akan menjadi tubuh dan darah kita, dengan dikonsekrasikan oleh doa yang menggunakan kata-kata Ilahi-Nya Sendiri, menjadi tubuh dan darah yang sama yang menjadikan Yesus manusia.”
PARA KUDUS DAN AJARAN-AJARAN MEREKA TENTANG EKARISTI
Para kudus dari abad-abad sesudahnya, juga secara terus-menerus dan tegas mengungkapkan iman mereka tentang kehadiran Yesus secara nyata dalam rupa Hosti sederhana yang telah dikonsekrir. St. Fransiskus dari Asisi (1181-1226), dalam salah satu dari sedikit suratnya yang masih tersimpan, menulis bahwa “segenap keberadaan manusia hendaklah sujud menyembah. Biarlah seluruh dunia berguncang dan biarlah Surga bersukacita ketika Kristus, Putera Allah Yang Hidup hadir di sana, di atas altar, dalam tangan imam.” St. Fransiskus percaya bahwa tidak ada martabat yang lebih tinggi dari martabat seorang imam “oleh karena hak istimewanya yang agung dan luhur untuk mengkonsekrasikan Tubuh dan Darah Kristus.” St. Antonius dari Padua (1195-1231) menegaskan: “Kita harus teguh mengimani dan dengan terus terang menyatakan bahwa tubuh yang sama yang dilahirkan oleh Sang Perawan; yang digantung di kayu salib; yang dibaringkan dalam makam; yang bangkit pada hari ketiga dan naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa; diberikan sebagai santapan kepada para Rasul, dan sekarang Gereja sungguh mengkonsekrasikannya serta membagikannya kepada umat beriman.”
St. Thomas Aquinas (1225-1274) adalah seorang filsuf dan teolog besar dari abad ke-13 yang digelari “Doktor Ekaristi”, bukan saja karena tulisan-tulisan teologinya yang penuh semangat tentang Ekaristi dalam Summa Theologica, tetapi juga karena madah pujian Ekaristinya, dan tata Perayaan Misanya untuk Pesta Tubuh dan Darah Kristus. St. Thomas dianggap oleh banyak orang sejajar dengan Plato dan Aristoteles, yaitu salah seorang dari filsuf terbesar sepanjang masa. Di pembaringannya, saat menjelang ajal, St. Thomas mengatakan: “Andai saja di dunia ini ada pengetahuan tentang Misteri ini yang lebih hebat daripada iman, sekarang ini aku hendak menegaskan bahwa aku mengimani Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi, sungguh Allah dan sungguh manusia, Putera Allah, Putera Perawan Maria. Inilah yang aku imani dan aku pegang teguh sebagai kebenaran sejati.”
Warga Amerika pertama yang dinyatakan kudus, St. Elizabeth Ann Seton (1774-1821), ketika masih menjadi jemaat gereja Episcopal, menghadiri Misa saat kunjungannya ke Italia. Ketika pada saat konsekrasi teman Katoliknya berbisik, “Inilah Tubuh Kristus,” Elizabeth sangat tersentuh hatinya. Kemudian, ia menulis kepada saudari iparnya: “Alangkah bahagianya kita, jika saja kita mengimani apa yang diimani jiwa-jiwa terkasih ini, yaitu bahwa mereka mempunyai Tuhan yang hadir dalam Sakramen dan bahwa Ia senantiasa tinggal dalam gereja-gereja mereka dan dihantarkan kepada mereka ketika mereka sakit! Oh, sungguh luar biasa! Ketika mereka membawa Sakramen Mahakudus melewati jendela rumahku, saat aku merasa sedih dan ditinggalkan karena masalahku, aku tidak dapat berhenti meneteskan air mata sementara aku berpikir “Ya Allahku, alangkah bahagianya aku, bahkan ketika aku jauh dari mereka semua yang aku kasihi, jika saja aku dapat menemui-Mu di gereja seperti mereka….. Di lain hari, saat kesedihan yang luar biasa sedang mencekam, tanpa kusadari aku jatuh berlutut ketika Sakramen Mahakudus lewat, dan aku berseru dalam kesesakanku kepada Tuhan untuk memberkati aku jika Ia hadir di sana, hingga seluruh jiwaku hanya mendambakan Dia saja.” Setelah mengalami perkembangan iman dan pada akhirnya menjadi Katolik, tampaknya St. Elizabeth hampir-hampir tidak dapat menahan dirinya ketika ia berseru, “Tuhan ada di mana-mana, di udara yang aku hirup -- ya, di mana saja, tetapi dalam Sakramen-Nya di altar, Ia sungguh hadir secara nyata seperti jiwa dalam tubuhku, yaitu dalam Kurban-Nya yang dipersembahkan setiap hari, kurban yang sungguh sama seperti yang dikurbankan di kayu salib.”
EKARISTI DALAM KEHIDUPAN KITA SEKARANG
Sakramen Mahakudus ini diberikan kepada kita oleh Tuhan kita yang penuh belas kasih sebagai tanda kehadiran-Nya yang terus-menerus di antara anak-anak-Nya. Sakramen Mahakudus disembah sepenuh hati oleh para kudus dan para anggota Gereja yang saleh selama berabad-abad, namun demikian Sakramen yang sama diragukan oleh banyak orang, disepelekan serta diabaikan oleh yang lainnya, diterima secara tidak layak oleh sebagian, dan bahkan dilecehkan oleh yang lain. Oleh karena alasan-alasan tersebut, dan alasan-alasan lainnya yang hanya diketahui oleh Allah saja, Tuhan merasa perlu untuk kadang kala menegaskan kehadiran-Nya dengan mukjizat-mukjizat Ekaristi yang luar biasa. Mukjizat-mukjizat tersebut meneguhkan iman kita serta mengingatkan kita betapa kita mendapat hak istimewa untuk mewartakan salah satu dari kebenaran-kebenaran utama dan misteri teragung dalam agama Katolik: “Dan Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita” - tidak hanya di Betlehem, melainkan di setiap tabernakel Katolik dan di setiap hati umat Katolik yang taat.
EMPATPULUH JAM DEVOSI
“EMPATPULUH JAM” adalah devosi yang bertujuan untuk meningkatkan penghormatan, kasih dan pengenalan kita akan Sakramen Mahakudus. Devosi itu sendiri meliputi suatu jangka waktu selama kurang lebih empatpuluh jam.
MENGAPA EMPATPULUH JAM?
Pada umumnya, diyakini bahwa devosi ini dirangkai dengan upacara-upacara Pekan Suci untuk mengenangkan empatpuluh jam lamanya Tuhan kita berada dalam makam. Yang terpenting adalah bahwa sepanjang devosi kita didorong untuk merenungkan hubungan pribadi kita dengan Kristus dalam Ekaristi Kudus, untuk mengevaluasi kembali pentingnya Ekaristi Kudus dalam kehidupan kita sehari-hari.
BILAMANAKAH EMPATPULUH JAM DEVOSI DIMULAI?
Di sebagian wilayah Eropa, “EMPATPULUH JAM” devosi mulai diadakan pada abad ke-12 demi memohon damai kepada Tuhan, demi silih terhadap Sakramen Mahakudus, dan sebagai sarana penitensi umum. Sekitar tahun 1590, Paus Klemens VIII mendorong “EMPATPULUH JAM” devosi di Roma. St Yohanes Neumann, Uskup Philadelphia, adalah alat yang dipakai Tuhan untuk memperkenalkan devosi ini di Amerika Serikat sekitar pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1866, “EMPATPULUH JAM” devosi dirayakan hampir di semua keuskupan di seluruh negeri.
SEPANJANG ADORASI EKARISTI
Bicarakanlah segala hal dengan Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Kasih-Nya kepadamu melampaui kemampuanmu untuk memahaminya. Ia tahu betapa sulitnya bagimu untuk mengasihi Sakramen Mahakudus sebanyak yang engkau inginkan; Ia tahu bagaimana pikiranmu kacau dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ia tahu juga bagaimana kehidupan rohanimu berjalan tertatih-tatih. Ia mengerti! Yang diminta-Nya hanyalah engkau berusaha, berusaha untuk bertumbuh menjadi seorang Kristiani yang lebih baik, berusaha untuk menyempurnakan hubunganmu dengan-Nya. Memang sulit, tapi tak ada usaha lain yang lebih berdaya guna daripada ini. Kata kuncinya adalah “berusaha”. Sepanjang Adorasi berusahalah terlebih lagi dari sebelumnya untuk lebih dekat pada Kristus. Berbicaralah dengan-Nya dalam Sakramen Mahakudus. Ia tahu tujuanmu … harapanmu … kelemahan-kelemahanmu. Bicarakanlah semuanya dengan-Nya. Maka, kalian akan tahu apa yang kami maksudkan ketika kami mengatakan bahwa Adorasi adalah sungguh `SUATU WAKTU KESEMPATAN ROHANI”.
sumber : "The Catholic Church's Teaching on The Eucharist" by Father Peffley; Father Peffley's Web Site; www.transporter.com/fatherpeffley tambahan : Katekismus Gereja Katolik Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Francis J. Peffley.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar